Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Solo
Tokoh Terkait
Gibran Rakabuming Tidak Membantah Buka Komunikasi dengan Partai Golkar
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, dengan tegas menegaskan bahwa dirinya masih tetap menjadi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan terhadap sejumlah isu yang sempat beredar, mengklaim bahwa dia akan bergabung dengan partai politik lain.
"Iya (tetap di PDIP)," ujar Gibran Rakabuming Raka di Solo, Jawa Tengah, pada hari Selasa.
Salah satu isu yang sempat berkembang adalah tentang kemungkinan Gibran merapat ke Partai Golkar setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Gibran meminta media untuk bertanya kepada pihak yang menyebarkan isu tersebut.
"Tanya Jakarta, tanya yang bikin isu," tambahnya.
Meskipun demikian, Gibran memastikan bahwa ia menjaga komunikasi yang baik dengan Partai Golkar, serta dengan partai politik lainnya.
Baca Juga: Siap Menyambut Gibran Rakabuming, Golkar Terbuka bagi Kalangan Anak Muda Lainnya
"Kalau komunikasi, saya pasti berkomunikasi. Saya harus menjaga silaturahim dengan siapa pun," ujarnya.
Namun, Gibran menekankan bahwa komunikasi yang dimaksudnya tidak terkait dengan pencalonan sebagai capres atau cawapres dalam Pemilu 2024. Ia juga tidak memberikan jawaban pasti terkait isu pinangan dari Partai Gerindra.
"Nanti ya," ujarnya.
Ketika ditanya tentang hubungannya dengan PDIP, Gibran menyatakan bahwa hubungan tersebut masih berjalan dengan baik. Bahkan, dalam waktu dekat, ia berencana untuk bertemu dengan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, di Jakarta.
Namun, Gibran enggan memberikan rincian terkait tujuan pertemuan tersebut, apakah akan membahas putusan MK atau hal lainnya.
"Lihat saja besok. Kita lihat hasil diskusi besok," pungkasnya.
Putusan Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi (MK) RI telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang berkaitan dengan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Keputusan ini diumumkan dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI pada hari Senin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A, yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Almas Tsaqibbirru Re A memohon agar syarat pencalonan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pemohon, menyatakan bahwa permohonan tersebut beralasan menurut hukum untuk sebagian. Dengan demikian, MK menyatakan bahwa Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Sebagai hasil dari keputusan ini, Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum akan diubah, dan berbunyi sebagai berikut: "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Namun, perlu dicatat bahwa putusan MK ini juga menunjukkan adanya pandangan berbeda di antara hakim-hakim konstitusi. Terdapat "concurring opinion" (pendapat sejalan) dari dua hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Selain itu, terdapat "dissenting opinion" (pendapat berbeda) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.***
Sentimen: negatif (84.2%)