Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Citilink, Garuda Indonesia
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Penanganan Perkara Emirsyah Satar Disorot
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Penanganan perkara mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disorot. Sebab, penanganan perkara Emirsyah di kedua lembaga penegak hukum itu dinilai beririsan. "Dari keseluruhan perbuatan (Emirsyah) itu, oleh KPK disimpulkan bahwa berujung pada atau berinti pada gratifikasi. Penerimaan yang dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan jabatannya yang kemudian itu juga dikualifikasi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi," kata Pakar hukum Abdul Fickar Hajar dalam keterangan yang dikutip Minggu, 15 Oktober 2023. Penanganan perkara ini patut menjadi sorotan, kata dia, karena Kejagung menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka dugaan rasuah terkait pengadaan dan sewa pesawat CRJ 1000 serta ATR 72-600. Emir ditetapkan sebagai tersangka bersama mitra bisnisnya, Soetikno Soedarjo selaku Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA). "Yang jadi pertanyaannya kan kenapa KPK dulu tidak menuntut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU Korupsi tapi lebih memilih pada pasal-pasal gratifikasi yang dilakukan oleh KPK. Nah itu yang menjadi pertanyaan besar sebenarnya itu," ujar Abdul Fickar. Menurut Abdul Fickar, penetapan tersangka Emir oleh Kejaksaan serupa dengan yang dilakukan KPK. Sehingga, ada dugaan terjadi pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem, karena sudah pernah diusut KPK. "Orang tidak boleh dituntut 2 kali karena perbuatan yang sama, perbuatan yang oleh hakim di Indonesia, terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Artinya sudah ada putusan terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana itu sudah menjadi tetap dan sudah dijalankan dan dieksekusi," jelas Abdul. Emirsyah Satar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP. Saat ini, Emirsyah menjalani hukuman 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratiffikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, anak perusahaan GIAA, serta pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600.
Jakarta: Penanganan perkara mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disorot. Sebab, penanganan perkara Emirsyah di kedua lembaga penegak hukum itu dinilai beririsan."Dari keseluruhan perbuatan (Emirsyah) itu, oleh KPK disimpulkan bahwa berujung pada atau berinti pada gratifikasi. Penerimaan yang dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan jabatannya yang kemudian itu juga dikualifikasi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi," kata Pakar hukum Abdul Fickar Hajar dalam keterangan yang dikutip Minggu, 15 Oktober 2023.
Penanganan perkara ini patut menjadi sorotan, kata dia, karena Kejagung menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka dugaan rasuah terkait pengadaan dan sewa pesawat CRJ 1000 serta ATR 72-600. Emir ditetapkan sebagai tersangka bersama mitra bisnisnya, Soetikno Soedarjo selaku Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA).
"Yang jadi pertanyaannya kan kenapa KPK dulu tidak menuntut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU Korupsi tapi lebih memilih pada pasal-pasal gratifikasi yang dilakukan oleh KPK. Nah itu yang menjadi pertanyaan besar sebenarnya itu," ujar Abdul Fickar.
Menurut Abdul Fickar, penetapan tersangka Emir oleh Kejaksaan serupa dengan yang dilakukan KPK. Sehingga, ada dugaan terjadi pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem, karena sudah pernah diusut KPK.
"Orang tidak boleh dituntut 2 kali karena perbuatan yang sama, perbuatan yang oleh hakim di Indonesia, terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Artinya sudah ada putusan terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana itu sudah menjadi tetap dan sudah dijalankan dan dieksekusi," jelas Abdul.
Emirsyah Satar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Saat ini, Emirsyah menjalani hukuman 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratiffikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, anak perusahaan GIAA, serta pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
(ADN)
Sentimen: negatif (100%)