Sentimen
Negatif (100%)
14 Okt 2023 : 18.25
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, korupsi

Partai Terkait

Novel Baswedan Soroti Surat Penangkapan SYL Ditandatangani Firli Bahuri, KPK: Tidak Usah Dipersoalkan

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

14 Okt 2023 : 18.25
Novel Baswedan Soroti Surat Penangkapan SYL Ditandatangani Firli Bahuri, KPK: Tidak Usah Dipersoalkan

PIKIRAN RAKYAT - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyoroti adanya surat perintah penangkapan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri.

Menurut Novel, hal itu janggal karena seharusnya yang menandatangani surat tersebut adalah penyidik bukan Firli Bahuri selaku pimpinan KPK. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta pada pihak-pihak untuk tidak mempersoalkan urusan teknis tersebut. Menurutnya, hal itu hanya soal perbedaan tafsir UU.

“Tidak usah dipersoalkan urusan teknis itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua administrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK,” kata Ali dalam keterangannya, Jumat, 13 Oktober 2023.

Baca Juga: Novel Baswedan Duga Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Upaya Firli Bahuri Tutupi Kasus Dugaan Pemerasan

Lebih lanjut Ali menjelaskan pihaknya bukan menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo melainkan melakukan penangkapan. Dia mengklaim ada dasar hukum yang kuat untuk menangkap Syahrul Yasin Limpo.

“Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapa pun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan,” ucap Ali.

“Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum,” katanya menambahkan.

Ali menyebut Firli Bahuri selaku pimpinan KPK secara ex officio harus diartikan juga sebagai penyidik dan penuntut umum. Sebab, kata dia, Firli Bahuri adalah penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi.

Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Soal Kasus Pemerasan di KPK: Kalau Hanya Penipuan Oknum, Ya Berhenti

“Pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. Itu Artinya, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain,” tutur Ali.

Dengan demikian, Ali menyebut Firli Bahuri selaku pimpinan KPK juga berhak menandatangani surat penangkapan Syahrul Yasin Limpo.

“Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum,” ujar Ali.

Upaya Firli Tutupi Kasus Dugaan Pemerasan

Sebelumnya, Novel menduga penangkapan terhadap Syahrul Yasin Limpo merupakan upaya Ketua KPK Firli Bahuri untuk menutup perkara dugaan pemerasan yang tengah ditangani Polda Metro Jaya.

Baca Juga: Datangi KPK, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta Diperiksa Sebagai Tersangka

Diketahui, Polda Metro Jaya sudah menaikan status penanganan perkara dugaan pemerasan yang dilakukan oknum pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo ke tahap penyidikan.

“Ini kalau saya melihat, saya meyakini sebagai abuse of power. Jadi, upaya Firli untuk menutup atau membungkam perkara pemerasannya, ini yang bahaya. Kenapa? Kalau ada kasus korupsi ditangani, ternyata APH-nya memeras, terus yang harus didahulukan mana? Perkara korupsi atau pemerasannya?” kata Novel saat dihubungi, Jumat, 13 Oktober 2023.

“Seharusnya pemerasannya dulu karena sampai kemudian perkara pokoknya digunakan untuk membungkam, untuk menghalang-halangi, untuk mengintimidasi, sehingga para korban dan para saksi tidak berani untuk berbicara menyampaikan fakta apa adanya. Karena ada conflict of interest atau peluang terjadinya abuse of power,” tuturnya menambahkan.

Lebih lanjut, Novel juga menyoroti soal surat perintah penangkapan terhadap Syahrul Yasin Limpo yang ditandatangani Firli Bahuri. Menurut Novel, seharusnya yang menandatangani surat tersebut adalah penyidik bukan pimpinan KPK. Sebagaimana diatur dalam UU 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.

“Seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru ini pimpinan bukan lagi penyidik mestinya dia (Firli Bahuri) tidak bisa menandatangani,” ujar Novel.

Kemudian, kata Novel, ada jeda waktu yang lama antara terbitnya Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) di Kementan dengan keluarnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik).

Dia menyebut LKTPK terbit pada 16 Juni 2023, sedangkan Sprindik baru ditandatangani pada 26 September 2023. Menurutnya, rentang waktu yang cukup lama itu adalah sebuah kejanggalan lantaran lazimnya KPK harus segera menangani kasus korupsi.

“Setelah LKTPK jadi, biasanya di hari yang sama sprindik dibuat. Ini bisa dicek di perkara siapa pun, kan kelihatan tuh di surat panggilan ada sprindik ada LKTPK biasanya tanggalnya sama, kalau enggak bedanya sehari-dua hari,” ucap Novel.

“Ini ternyata bedanya (harinya) lama. Ini menunjukkan bahwa KPK tidak buru-buru, cenderung malah enggak mau menaikkan perkara ini walaupun sudah diputuskan. Itu jadi menarik, soal apa nanti kita bisa liat. Yang jelas ada kejanggalan dan yang kedua menggambarkan tidak ada urgensi yang buru-buru,” katanya menambahkan.

Selain itu, Novel juga menyinggung soal surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan Syahrul Yasin Limpo yang terbit di waktu bersamaan, yakni 11 Oktober 2023.

Novel menduga ada motif lain terkait penangkapan Syahrul Yasin Limpo. Pasalnya, politikus Partai NasDem tersebut telah mengonfirmasi kehadiran di gedung KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023.

"Saya khawatir struktural yang diminta tanda tangani enggak mau disuruh melakukan tindakan abuse of power tadi, kemudian karena enggak mau, dia [Firli] tanda tangani sendiri karena dia yang merintahkan," ujar Novel.***

Sentimen: negatif (100%)