Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Guntur
Tokoh Terkait
4 Hakim "Dissenting" soal MK Putuskan UU Ciptaker Konstitusional
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Empat orang hakim konstitusi menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda terhadap sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU tetap konstitusional.
Hari ini, Senin (2/10/2023), terdapat lima gugatan terkait UU Nomor 6 Tahun 2023 yang ditolak oleh Mahkamah, yakni perkara nomor 40, 41, 46, 50, dan 54/PUU-XXI/2023.
Empat hakim yang menyatakan pendapat berbeda tersebut adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo. Mereka menyampaikan dissenting opinion secara mutatis mutandis.
Namun, isi dissenting opinion empat hakim konstitusi tidak dibacakan maupun ditampilkan dalam sidang. Isinya hanya "dianggap dibacakan".
Hingga artikel ini disusun, sidang pembacaan putusan telah 1 jam lebih berakhir. Kompas.com masih menanti salinan resmi masing-masing putusan untuk dapat mengetahui isi dissenting opinion tersebut.
Baca juga: MK Sebut UU Ciptaker 2023 Tak Perlu Partisipasi Publik Berarti karena dari Perppu
Untuk diketahui, komposisi empat hakim yang menyatakan perbedaan pendapat ini adalah yang menyatakan UU Ciptaker cacat formil pada 2020.
Pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker inkonstitusional.
Ketika itu, pandangan mereka merupakan pandangan mayoritas (lima hakim) karena eks hakim konstitusi Aswanto juga menilainya cacat formil.
Dalam putusan kala itu, MK menyatakan bahwa pembentukan UU Ciptaker yang tidak berasal dari Perppu, tak memenuhi asas keterbukaan dan transparansi sehingga tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal.
“Sehingga masyarakat yang terlibat dalam pertemuan tersebut tidak mengetahui secara pasti materi perubahan undang-undang apa saja yang akan digabungkan dalam UU 11/2020. Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU cipta kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Padahal, berdasarkan Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 akses terhadap undang-undang diharuskan untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis,” kata hakim konstitusi Suhartoyo dalam putusan tiga tahun lalu.
Baca juga: MK Tak Masalah Proses Penetapan UU Ciptaker Tak Selaras UUD 1945
Kini, Aswanto sudah tidak bertugas di MK setelah dilengserkan DPR, digantikan dengan eks Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah.
Sebaliknya, empat hakim konstitusi yang pada 2020 menganggap UU Ciptaker tidak cacat formil, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Daniel Yusmic, dan Manahan Sitompul, pada putusan hari ini tetap menyatakan bahwa UU yang dikritik banyak buruh itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Mereka ada di kubu mayoritas setelah Guntur Hamzah dalam putusan juga menyatakan UU Ciptaker versi 2023 konstitusional.
Oleh karenanya, Partai Buruh menuding ada konspirasi di balik penggantian Aswanto secara sepihak, yang ketika itu memang jadi kontroversi, untuk memuluskan UU Ciptaker yang dinilai pro-pengusaha.
"Perubahan satu hakim MK dalam hal ini Aswanto menjelaskan, Partai Buruh berpendapat, ada 'konspirasi jahat' dari DPR dan pemerintah," ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal kepada wartawan selepas sidang pembacaan putusan, Senin.
"Karena dari pembacaan tadi, menjelaskan hakim yang menggantikan hakim Aswanto adalah penentu putusan tadi yang sekarang berbalik empat pro kepada penggugat dan lima kepada pemerintah dan DPR RI," katanya lagi.
Baca juga: MK Sebut UU Ciptaker 2023 Tak Perlu Partisipasi Publik Berarti karena dari Perppu
-. - "-", -. -Sentimen: netral (100%)