Sentimen
Negatif (100%)
2 Okt 2023 : 22.25
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Batang, Bekasi

Tokoh Terkait

MK Tolak Gugatan Soal UU Cipta Kerja, Buruh Kecewa

3 Okt 2023 : 05.25 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

MK Tolak Gugatan Soal UU Cipta Kerja, Buruh Kecewa

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji formil terhadap Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. MK pun akan melanjutkan dengan pengujian materiil UU Nomor 6/2023, sesuai permohonan dari salah satu pemohon.

"Amar putusan, mengadili, dalam provisi, menyatakan untuk melanjutkan pemeriksaan pengujian materiil dalam perkara a quo. Dalam pokok permohonan pengujian formil, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, dalam sidang pleno pembacaan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023, yang juga ditayangkan secara langsung di kanal Youtube MK.

Pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, telah dilakukan dalam rentang waktu cukup panjang. Gabungan beberapa serikat pekerja sudah mengajukan permohonan sejak 6 April 2023.

Permohonan perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh 121 Pemohon yang terdiri atas 10 serikat pekerja dan 111 orang pekerja. Para Pemohon dari serikat pekerja, di antaranya Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI); Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP); Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), dkk.

Baca Juga: Panik Digerebek saat Pesta Sabu, Pria di Sumut Terjun ke Sungai lalu Tewas Tenggelam

Namun, secara total, ada 5 permohonan yang mengajukan pengujian formil UU Nomor 6/2023 itu. Sidang putusan atas kelima permohonan itu dilakukan secara bersamaan dan semua permohonan pengujian formil ditolak MK.

Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil pemohon yang menyatakan bahwa proses penyusunan UU 6/2023 tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak beralasan menurut hukum. Selain itu, dalil yang menyatakan bahwa UU 6/2023 tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa, juga tidak beralasan menurut hukum.

Dalam bagian pertimbagan untuk putusan permohonan yang lain, MK juga menilai tentang pendapat pemohon yang menyatakan proses pembuatan perppu otoriter dan menunjukkan executive-heavy. Menurut pertimbangan MK, meskipun perppu merupakan bagian dari kewenangan presiden (eksekutif), namun itu harus diajukan kepada DPR (legislatif).

Baca Juga: Menilik Penyebab Perundungan Peserta Didik, 3 Kesalahan yang Jadi Pemicu

Perppu disahkan melalui hasil penilaian objektif Presiden dan disetujui oleh DPR. Oleh karena itu, model legislasi dalam pembentukan perppu menjadi UU masih dalam lingkup kekuasaan membentuk UU, yaitu DPR.

"Sehingga menurut Mahkamah, asumsi executive-heavy dan otoriter dalam proses pembentukan undang-undang yang berasal dari perppu merupakan asumsi para Pemohon belaka, tidak tepat dan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di era demokrasi konstitusional dewasa ini," ucap Anwar Usman.

Karena itu, menurut Mahkamah, dalil para pemohon yang menyatakan model legislasi UU Nomor 6/2023 telah mengembalikan proses pembentukan UU yang executive-heavy dan otoriter seperti zaman orde baru adalah tidak beralasan menurut hukum.

Baca Juga: Artis RK Dilaporkan ke Polisi atas 2 Video Asusila yang Beredar di 2 Situs

Pembangkangan pemerintah dan DPR

Dalam permohonan uji formil yang diajukan 121 pemohon, pemohon menyatakan bahwa penerbitan perppu nomor 2/2022 merupakan bentuk nyata persekutuan pembangkangan atas putusan MK sebelumnya, Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Namun, MK pun menyatakan bahwa hal itu tidak beralasan menurut hukum.

Pada 25 November 2021, MK memutuskan yang berbeda untuk UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU 11/2020 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. 

Saat itu, MK memerintahkan kepada pembuat UU untuk segera memperbaiki UU Cipta Kerja dalam dua tahun. Apabila tidak, seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku dan inkonstitusional.

Baca Juga: Anak di Bekasi Mati Batang Otak Usai Operasi Amandel, Orangtua Polisikan 8 Dokter atas Dugaan Malpraktik

Menurut Ketua FSP TSK SPSI, Roy Jinto, ia kecewa karena pemerintah dan DPR tidak melakukan perbaikan sesuai amanat MK, tapi malah menerbitkan perppu yang akhirnya ditetapkan sebagai UU. Apalagi, prosesnya pun tidak memperbaiki kesalahan sebelumnya.

"Perintah MK adalah perbaikan, berarti revisi mengenai prosesnya dan UU-nya. Tetapi pemerintah enggak melakukan perbaikan, justru mengeluarkan perppu yang jadi UU baru. UU Cipta Kerja yang baru itu sama saja dengan UU yang lama. Kami kategorikan, pemerintah tidak mengindahkan putusan MK," kata Roy Jinto.

Setelah putusan MK itu, UU 6/2023 pun dinyatakan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Roy Jinto pun mengatakan, prosesnya akan dilanjutkan ke pengujian materiil terhadap materi UU.***

Sentimen: negatif (100%)