Sentimen
BP Batam tak punya HPL
Alinea.id Jenis Media: News
Ombudsman RI mendapati sejumlah fakta terkait kasus penggusuran paksa masyarakat adat Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri). Ribuan warga terancam terusir dari kampung halamannya karena terdampak program strategis nasional (PSN), Rempang Eco City.
Salah satu fakta yang didapati Ombudsman adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) hingga kini belum mengantongi sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau Rempang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, masih dikuasai masyarakat.
"Hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat," ujar anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro.
Kendati begitu, BP Batam telah mengantongi hak pengelolaan untuk lahan area penggunaan lain (APL) dari BPN. Surat keputusan tertanggal 31 Maret 2023 itu akan berakhir pada akhir bulan ini dan dapat diperpanjang berdasarkan permohonan BP Batam.
Kemudian, Ombudsman juga mendapati fakta bahwa masyarakat adat Pulau Rempang menolak direlokasi karena sudah turun-temurun tinggal di sana. "Selain itu, juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencarian warga," ucapnya.
Temuan lain atas investigasi Ombudsman, ungkap Johanes, belum ada dasar hukum tentang ketersediaan anggaran, baik untuk kompensasi maupun program secara keseluruhan. "Memerlukan dasar hukum agar program berjalan."
Kemudian, Pemerintah Kota (Pemkot) Batam belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam. Selanjutnya, masyarakat mengeluhkan kehadiran kepolisian saat sosialisasi.
"Berdasarkan keterangan warga Pulau Rempang, adanya kehadiran aparat keamanan yang bersenjata lengkap berdampak kepada tekanan psikis dan rasa khawatir warga," jelasnya, mengutip laman Ombudsman.
Sentimen: negatif (78%)