Sentimen
Netral (66%)
27 Sep 2023 : 09.16
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Sleman

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Sri Sultan Hamengku Buwono X

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia, Apa Manfaatnya bagi Rakyat? Begini Pandangan Para Bacaleg DPR RI

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

27 Sep 2023 : 09.16
Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia, Apa Manfaatnya bagi Rakyat? Begini Pandangan Para Bacaleg DPR RI

JOGJA-UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Jogja menjadi Warisan Budaya Dunia. Bagaimana reaksi penetapan tersebut dari kaca mata calon anggota legislatif (Bacaleg) DPR RI yang bakal bertarung di Pemilu 2024?

Bacaleg PAN untuk Daerah Pemilihan (Dapil) DIY, Sri Purnomo mengatakan bahwa Sumbu Filosofi memang layak menjadi warisan budaya dunia.

“Tatanan nilai yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I tersebut sarat dengan nilai filosofi yang tinggi sehingga sangat layak menjadi warisan budaya dunia,” ujar Sri Purnomo dalam Bincang Bacaleg bertema Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia, Apa Manfaat untuk Rakyat? yang digelar di Griya Harian Jogja, Selasa (26/9). Acara tersebut dipandu oleh Peloggia Suparman.

BACA JUGA: Makna Konsep Sumbu Filosofi Kota Jogja yang Kini Jadi Warisan Budaya Dunia

Sri Purnomo mengatakan sejak dicetuskan Sri Sultan HB 1, Sumbu Filosofi menjadi panduan hidup dan masuk dalam lubuk hati masyarakat hingga pemerintahan Sri Sultan HB X saat ini. Di dalamnya terkandung konsep tata ruang berdasarkan konsepsi Jawa, berbentuk struktur jalan lurus yang membentang dari Panggung Krapyak di sisi selatan menuju Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga sampai di Tugu Jogja.

Sumbu Filosofi, menurut Sri Purnomo, merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia, yakni bagaimana orang hidup bermasyarakat (Sangkan Paraning Dumadi), dan hidup berdampingan dengan alam agar serasi dan harmoni (Hamemayu Hayuning Bawana).

Selain mengajarkan hubungan antarmanusia dan alam, Sumbu Filosofi juga mengajarkan bagaimana hubungan vertikal, hubungan antara manusia dan Sang Pencipta serta antara pemimpin dan rakyatnya atau Manunggaling Kawula Gusti.

"Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula lan Gusti, artinya dari mana manusia berasal dan mereka akan kembali ke mana. Kalau masyarakat asli Jogja tentu memahami sejarahnya, tetapi masyarakat dari luar Jogja atau pendatang masih butuh penjelasan," kata suami Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo ini.

Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia oleh UNESCO, maka masyarakat dunia harus komitmen untuk menjaga warisan dalam kehidupan sehari-hari, baik menjaga hubungan horizontal (antarmanusia dengan manusia lainnya atau manusia dengan alam) maupun hubungan vertikal (antara manusia dengan Tuhannya).

"Kami berharap penetapan Sumbu Filosofi ini dapat memberikan dorongan semangat bagi masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama melestarikan warisan budaya adiluhung ini," kata Sri.

Perlu Panduan

Sri mengatakan, penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia akan bermanfaat bagi masyarakat. Masyarakat akan menjaga warisan tersebut dengan caranya sendiri, baik saat menjalin hubungan antarmanusia, dengan alam maupun dengan Tuhan.

Manfaat lainnya, orang di luar Jogja akan tergerak untuk mengetahui apa itu Sumbu Filosofi. Maka, mereka akan berbondong-bondong datang ke Jogja untuk belajar apa itu Sumbu Filosofi. Efek dominonya jika Jogja dikunjungi banyak orang, maka roda perekonomian di Jogja akan berjalan.

Untuk menyiapkan materi Sumbu Filosofi yang dapat menjadi satu pegangan bagi masyarakat, Sri Purnomo mengatakan perlu dilakukan kajian dengan melibatkan para pakar yang ahli di bidangnya. Jika sudah disepakati formulasinya dan dikeluarkan oleh lembaga resmi, maka orang lain tidak akan menginterpretasikan Sumbu Filosofi secara liar.

Menyasar Gen-Z

Di tempat yang sama, Agus Sulistiyono, salah satu bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) DPR RI yang akan bertarung dalam Pemilu 2024. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan bahwa Sumbu Filosofi merupakan maha karya Sri Sultan Hamengku Buwana I yang luar biasa.

Sebagai warga Jogja, Agus mengaku bangga dan sangat berterima kasih atas maha karya tersebut. "Yang kedua, tentu kami berterima kasih kepada UNESCO atas penetapan tersebut. Ini tidak sembarangan UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia," katanya.

UNESCO, menurut Agus, tentu melakukan kajian mendalam tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam Sumbu Filosofi sebelum ditetapkan. Dari hasil kajian itulah kemudian Sumbu Filosofi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. "Prosesnya sangat panjang, jadi tidak sembarangan. Ini satu-satunya di dunia, tidak ada yang lain," katanya.

Keberadaan Sumbu Filosofi yang digagas Sri Sultan HB 1 dan dilestarikan hingga Sri Sultan HB X, kata Agus, menjadi tonggak sejarah bagi masyarakat Jogja. Bukan hanya Candi Borobudur yang ada di Jawa Tengah, masyarakat Jogja juga memiliki warisan budaya dunia yang sangat dibanggakan.

Agus menilai penetapan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia akan berdampak positif bagi masyarakat Jogja, misalnya Sumbu Filosofi menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Jogja. Selain itu, destinasi wisata di Jogja bisa bertambah dan itu akan lebih banyak mendatangkan wisatawan.

"Orang semakin ingin tahu apa itu Sumbu Filosofi sehingga berkunjung ke Jogja. Ini harus diolah dengan baik. Jadi, pengakuan UNESCO ini jangan didiamkan saja, harus ada upaya-upaya lain yang dilakukan agar manfaatnya dirasakan oleh masyarakat," katanya.

Agus menekankan agar pemahaman soal Sumbu Filosofi juga menyasar anak-anak muda atau yang dikenal dengan generasi Z. Tujuannya agar Sumbu Filosofi yang membentang dari Panggung Krapyak, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga Tugu Golong Gilig bisa dipahami oleh masyarakat.

Materi Kurikulum di Sekolah

Agus mengusulkan adanya kurikulum bagi siswa, baik SD, SMP maupun SMA yang khusus membahas soal Sumbu Filosofi. Alasannya, selain penting hal itu menjadi upaya bagi pemerintah untuk lebih membumikan makna yang terkandung dalam Sumbu Filosofi.

"Jangan sampai generasi selanjutnya tidak memahami apa itu Sumbu Filosofi. Oleh karena itu, Pemda DIY harus terus mengupayakan bagaimana makna dalam Sumbu Filosofi bisa dipahami oleh masyarakat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: netral (66.7%)