Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Perang Dunia II
Kab/Kota: Moskow
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Rusia Menghancurkan Kami sejak Berabad-abad Lampau
iNews.id Jenis Media: Nasional
JAKARTA, iNews.id – Perang di Ukraina sampai hari ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Kiev saat ini masih sibuk melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Rusia.
Konflik yang berkecamuk antara dua negara bertetangga itu telah memakan banyak korban jiwa, tak hanya dari kalangan militer tetapi juga warga sipil yang tak berdosa. Data yang dihimpun Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) per 10 September 2023, terdapat 27.149 warga sipil yang jadi korban perang di Ukraina sejak Rusia melancarkan agresinya sejak 24 Februari 2022. Perinciannya, 9.614 orang meninggal dunia, sedangkan sebanyak 17.535 lainnya luka-luka.
Pada saat yang sama, bantuan senjata dari negara-negara Barat terus mengucur ke Ukraina. Bahkan, bantuan militer dari AS dan sekutunya mengalami peningkatan, dari yang tadinya sekadar berupa amunisi dan senjata lebih ringan, kini beralih ke sistem rudal dan bahkan ada rencana untuk memasok Kiev dengan jet tempur F-16.
Lalu bagaimana proyeksi konflik ini ke depan? Apakah masih ada harapan bagi Ukraina dan Rusia berdamai lalu hidup berdampingan layaknya dua negeri bersaudara? Berikut wawancara jurnalis iNews.id, Ahmad Islamy Jamil, dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Ukraina untuk Republik Indonesia, Dr Vasyl Hamianin, di Jakarta pada Kamis (21/9/2023):
Beberapa analis memprediksi perang ini tidak akan selesai dalam waktu singkat, bagaimana pendapat Anda?
Memang ada yang mengatakan perang ini akan berlangsung selama tujuh tahun, ada pula yang menyebut mungkin bisa 10 tahun. Baiklah, ini adalah cara para analis influencer untuk menarik perhatian. Saya pikir, tujuan dari pernyataan itu adalah, jika kami tidak melakukan apa pun yang bisa kami lakukan, (perang) ini bisa berlangsung dalam waktu yang panjang. Ini tentunya akan membawa konsekuensi serius bagi dunia, bukan hanya Ukraina.
Jadi, jika ada yang bertanya apakah perang ini bisa sampai 10 tahun, jawabannya adalah, “ya bisa”. Kita renungkan saja apa yang terjadi dalam dua tahun terakhir. Tidak ada satu pun negara yang membantu Ukraina (pada awal agresi militer Rusia). Dan Anda tahu? Mayoritas rakyat Ukraina terus bertahan dan melawan.
Setelah hampir dua tahun, sekarang kita dapat melihat jumlah korban di pihak tentara Rusia, itu sangat besar. Mereka juga kehilangan 2.500 tank tempur.
Inilah pesan yang kami sampaikan kepada dunia: lakukan apa yang bisa Anda lakukan untuk menghentikan perang ini. Seperti yang pernah Pak Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) katakan di forum G20, “Stop the war!”, karenanya, ayo, mari kita lakukan sesuatu untuk menghentikannya.
Belum lama ini, Panglima Militer AS Jenderal Mark Milley menyatakan serangan balik yang telah dimulai Ukraina sejak Juni lalu tidak menjamin akan mengembalikan semua wilayah yang direbut Rusia dari Kiev, komentar Anda?
Saya pikir ada kekeliruan dalam memahami pernyataan beliau (Milley), seakan-akan serangan balik ini akan tuntas dalam waktu dua atau tiga bulan saja. Serangan balasan saat ini memang tidak membuat kami memperoleh kembali seluruh wilayah kami dalam waktu singkat. Ini butuh waktu, mungkin pada musim semi nanti akan ada hasilnya, karena selama musim dingin jalannya akan menjadi berliku. Kami yakin akan mendapatkan kembali tanah kami (dari pendudukan Rusia). Dan yang penting untuk orang-orang tahu adalah, kami tidak akan menyerah.
Kita juga beberapa kali mendengar tentang ancaman nuklir Rusia dalam konflik ini, apakah Anda melihat ada peluang semacam itu?
Rusia tidak akan melakukannya. Karena tidak ada gunanya buat mereka melakukan itu. Ada semacam konsensus internasional bahwa senjata nuklir itu pada dasarnya tidak dibuat untuk menyerang negara lain, tetapi hanya untuk mempertahankan diri. Dan yang lebih khusus lagi, suatu negara bersenjata nuklir tidak boleh menyerang negara lain yang bukan pemilik senjata nuklir dengan alasan apa pun.
Sekarang pertanyaannya, apa alasan Rusia mau menggunakan senjata itu?
Satu bom nuklir itu (daya hancurnya) setara dengan 100 bom yang lebih kecil. Sekarang kita lihat apa yang terjadi dengan Kota Mariupol? Kerusakan di sana lebih parah dari Hiroshima dan Nagasaki ketika dijatuhi bom atom pada Perang Dunia II. Rusia bahkan tidak menggunakan senjata nuklir saat menggempur Mariupol, namun seluruh kota hancur lebur.
Begitu juga dengan Kota Bakhmut, sekarang rata dengan tanah. Rusia juga tidak memakai senjata nuklir di sana, tapi dampak kerusakannya setara dengan satu bom atom.
Saya melihat Ukraina dan Rusia itu memiliki hubungan persaudaraan yang diikat oleh faktor sejarah dan budaya, mungkin seperti Malaysia dan Indonesia atau bahkan seperti Sunda dan Jawa. Apakah suatu hari nanti, jika Ukraina dan Rusia berdamai, keduanya akan hidup berdampingan lagi layaknya saudara?
Sayang sekali, gagasan soal hubungan persaudaraan ini bagi Rusia adalah dusta. Bahkan ketika kami masih berada dalam satu negara (Uni Soviet), saya waktu itu masih berstatus anak sekolahan, saya masih ingat, orang-orang Rusia berkata ke semua orang: “Kita itu bersaudara”. Tapi kenyataanya tidak begitu. Hubungan kami dengan Rusia sekarang bukan seperti Sunda dan Jawa, tapi seperti Indonesia dan Belanda pada masa kolonial.
Bicara soal sejarah, karena kami pernah menjadi bagian dari Imperium Rusia, Rusia itu melakukan segalanya untuk membantai rakyat Ukraina. Mereka menghancurkan bahasa dan budaya Ukraina berabad-abad lamanya. Bagaimana kami akan melupakan itu? Jadi, kami tidak memiliki kenangan yang baik tentang orang-orang Rusia. Bukan karena mereka pernah menjadi saudara kami, tetapi memang tidak pernah menjadi saudara kami.
Dalam seratus tahun ke depan, ketika cucu-cucu saya telah menjadi orang tua, mereka mungkin masih belum bisa memaafkan apa yang telah dilakukan Rusia terhadap Tanah Air mereka. Ini mungkin hampir mirip dengan sejarah China dan Jepang. Di masa lalu, Jepang pernah menduduki wilayah China yang sangat luas. Mereka membantai banyak orang pada waktu itu. Sekarang, setelah 80 tahun berlalu, orang-orang China masih menyimpan kenangan pahit itu terhadap orang-orang Jepang.
Pada Abad ke-9, ada negara bernama Kievan Rus’. Menurut referensi yang saya pernah baca, nama “Kievan” itu merujuk pada Ukraina sekarang, sedangkan “Rus” mengarah kepada Rusia. Bukankah ini menunjukkan Ukraina dan Rusia secara historis memang bersaudara?
Ini sebenarnya juga menjadi masalah. Mereka (Rusia) bahkan mencuri nama kami. Sebelum Tsar Peter Yang Agung berkuasa, Rusia itu masih bernama Kerajaan Moskow atau Muscovia. Itulah nama yang dulu mereka gunakan berabad-abad lamanya.
Jadi, nama Rusia itu mereka curi dari sejarah kami sebagai bangsa Kievan Rus’. Semua istilah yang mereka pakai, baik itu Rus’, Ruskie, Rossiya itu berasal dari Kiev.
Moskow menamai dirinya Rusia, sedangkan yang lainnya menyebut diri “Byelorussia” yang berarti “Rusia Putih” (Belarusia sekarang). Dan yang lebih parah lagi, mereka menyebut kami dengan “Malorussia” (Rusia kecil). Karena itulah Tsar Peter mengaku diri sebagai “Kaisar seluruh Rusia”. Ini benar-benar gila. Padahal semuanya berakar dari Ukraina.***
Editor : Ahmad Islamy Jamil
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel:
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews.id tidak terlibat dalam materi konten ini.
Sentimen: negatif (100%)