Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam, Katolik
Hewan: buaya
Kab/Kota: Kediri, Lubang Buaya, Kanigoro
Tokoh Terkait
Ketegangan-Ketegangan Politik Jelang G30SPKI 1965
Okezone.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA - Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI) menjadi sejarah kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Peristiwa ini juga menjadi awal bagi berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno serta hancurnya PKI.
Mengutip Buku Ajar Sejarah, Kemendikbud, kekejian PKI telah menimbulkan kemarahan rakyat. Saat itu, keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau, keadaan perekonomian semakin memburuk.
Inflasi mencapai 600%, sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Tujuan G30SPKI adalahmenggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno. Mereka ingin mengubah Indonesia menjadi negara komunis melalui gerakan yang dipimpin DN Aidit, yang merupakan Ketua PKI.
Perwira tinggi TNI AD menjadi salah satu target yang harus dilenyapkan mereka. Setidaknya, ada tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya sementara lainnya diculik dan dibawa ke Lubang Buaya.
Pada bulan-bulan awal 1965, PKI “menyerang” para pejabat anti-PKI dengan menuduhnya sebagai kapitalis birokrat yang korup. Demonstrasi-demonstrasi juga dilakukan menuntut pembubaran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Hingga pertengahan 1965 atau sebelum pecah kudeta di awal Oktober, kekuatan politik di Ibu Kota tampaknya sudah semakin bergeser ke kiri. PKI kian berada di atas angin dengan perjuangan partai yang semakin intensif.
Usul pembentukan angkatan ke-5 selain AD-AU-AL-Polisi yang dikemukakan PKI pada Januari 1965, diakui memang semakin memperkeruh suasana terutama dalam hubungan antara PKI dan AD. Tentara telah membayangkan bagaimana 21 juta petani dan buruh bersenjata, bebas dari pengawasan mereka.
Bagi para petinggi militer gagasan ini bisa berarti pengukuhan aksi politik yang matang, bermuara pada dominasi PKI yang hendak mendirikan pemerintahan komunis yang pro RRC (Republik Rakyat China yang komunis) di Indonesia (Southwood dan Flanagan, 2013).
Usulan ini pun gagal direalisasikan. PKI lalu meniupkan isu tentang adanya Dewan Jenderal di tubuh AD yang tengah mempersiapkan suatu kudeta. Di sini, PKI menyodorkan “Dokumen Gilchrist” yang ditandatangani Duta Besar Inggris di Indonesia.
Isi dokumen ditafsirkan sebagai isyarat adanya operasi dari pihak Inggris-AS dengan melibatkan our local army friend (kawan-kawan kita dari tentara setempat) untuk melakukan kudeta.
Meski kebenaran isi dokumen ini diragukan dan Jenderal Ahmad Yani kemudian menyanggah keberadaan Dewan Jenderal saat Presiden Soekarno bertanya kepadanya. Namun, pertentangan PKI dengan angkatan darat kini tampaknya telah mencapai level yang akut.
Follow Berita Okezone di Google News
Bulan itu juga, Pelda Sujono yang berusaha menghentikan penyerobotan tanah perkebunan tewas dibunuh sekelompok orang dari BTI dalam peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara. Jenderal Ahmad Yani segera menuntut agar mereka yang terlibat dalam peristiwa Bandar Betsy diadili.
Sikap tegasnya didukung penuh oleh organisasi-organisasi Islam, Protestan dan Katolik. Sementara itu di Mantingan, PKI berusaha mengambil paksa tanah wakaf Pondok Modern Gontor seluas 160 hektare (Ambarwulan dan Kasdi dalam Taufik Abdullah, ed., 2012 : 139).
Sebuah tindakan yang tentu saja semakin membuat marah kalangan Islam. Apalagi, empat bulan sebelumnya telah terjadi peristiwa Kanigoro Kediri, di mana BTI telah membuat kacau peserta mental Training Pelajar Islam Indonesia dan memasuki tempat ibadah saat subuh tanpa melepas alas kaki yang penuh lumpur lalu melecehkan Alquran.
Suasana pertentangan antara PKI dengan AD dan golongan lain non PKI pun telah sedemikian panasnya menjelang 30 September 1965. Apalagi, pada bulan Juli sebelumnya, Soekarno tiba-tiba jatuh sakit.
Tim dokter China yang didatangkan DN Aidit untuk memeriksa Soekarno menyimpulkan bahwa presiden RI tersebut kemungkinan akan meninggal atau lumpuh. Maka, dalam rapat Politbiro PKI tanggal 28 September 1965, pimpinan PKI pun memutuskan untuk bergerak.
Dipimpin Letnan Kolonel Untung, perwira yang dekat dengan PKI, pasukan pemberontak melaksanakan “Gerakan 30 September” dengan menculik dan membunuh para jenderal dan perwira di pagi buta tanggal 1 Oktober 1965.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Sentimen: negatif (100%)