Sentimen
Negatif (100%)
23 Okt 2004 : 17.57
Informasi Tambahan

Kasus: HAM

Muhammadiyah Desak Jokowi Batalkan PSN Rempang Eco City

23 Okt 2004 : 17.57 Views 1

Rilis.id Rilis.id Jenis Media: Nasional

Muhammadiyah Desak Jokowi Batalkan PSN Rempang Eco City

RILISID, Jakarta — Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pemerintah untuk mencabut Rempang Eco-City sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Presiden juga didesak untuk mengevaluasi dan mencabut PSN yang memicu konflik dan memperparah kerusakan lingkungan," kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah, Busyro Muqoddas dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/9/2023).

Menurut Busyro, proyek Rempang Eco-city merupakan PSN yang sangat bermasalah. Pasalnya, payung hukumnya baru disahkan pada 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

"Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak," kritik Busyro.

Busyro juga menilai, hampir setiap pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat. 

"Lebih jauh, dalam PSN, pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah," tuturnya.

Atas dasar itu, LHKP dan Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, demi kepentingan industri swasta. 

Karena, pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan TNI-Polri secara berlebihan bahkan terlihat brutal, ini sangat memalukan. 

"Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan," tegasnya.

Busyro juga menilai, pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD yang menyatakan bahwa “tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap” sangat keliru. Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. 

Busyro menganggap, Menko Polhukam nampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut.

LHKP dan MHH menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. 

Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Selain itu, negara gagal menjalankan Pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sebaliknya, melalui penggusuran paksa itu, negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco-city seluas 17.000 hektare.

Diketahui, pemerintah saat ini berencana merelokasi warga Rempang, Batam, Kepri, karena adanya proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group asal China.

Terhitung, total investasi sekitar 11,5 miliar Dolar AS atau sekitar Rp117,42 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja kurang lebih 30 ribu orang.

Namun, warga setempat yang telah berpuluh-puluh tahun menempati wilayah tersebut menolak untuk direlokasi. Tercatat setidaknya 16 kampung yang akan direlokasi di Pulau Rempang.

Kekecewaan warga pun memuncak. Mereka yang tergabung dalam Masyarakat Melayu pun melakukan demonstrasi menolak penggusuran di depan Kantor BP Batam dan berujung ricuh pada Senin kemarin (11/9/2023).

Dikabarkan, enam orang terluka dan 45 orang ditangkap aparat gabungan Polri dan TNI yang bertugas mengawal demonstrasi tersebut. (*)

Sentimen: negatif (100%)