Sentimen
Positif (91%)
9 Sep 2023 : 17.22
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Menteng

Nasional Kisah Perjuangan Abdulrachman Saleh 'Sekali di Udara Tetap di Udara' Pusat Pemberitaan

9 Sep 2023 : 17.22 Views 1

RRi.co.id RRi.co.id Jenis Media: Nasional

Nasional
Kisah Perjuangan Abdulrachman Saleh 'Sekali di Udara Tetap di Udara' 

Pusat Pemberitaan

KBRN, Jakarta: Abdulrachman Saleh merupakan pahlawan nasional yang dikenal multitalenta. Selain dikenal sebagai komandan angkatan udara, Abdulrachman juga seorang dokter dan pandai soal radio.

Saleh juga memiliki peran penting dalam pendirian RRI atau Radio Republik Indonesia dengan ditetapkannya 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI. Semboyan RRI, 'Sekali di Udara Tetap di Udara' bermakna sama dengan semboyan perjuangan 'Sekali Merdeka Tetap Merdeka' berasal dari pidato Saleh yang juga merupakan Ketua Organisasi RRI pertama ini.​

Berawal dari Kota Hirosima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat, Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. 

Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan di Indonesia. Pemuda bersama seluruh rakyat bangkit melucuti sisa-sisa tentara Jepang yang masih tinggal. 

Tak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga ikut andil. Mereka membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor. 

Sebab saat itu radio merupakan sarana penyiaran utama. Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (dinas rahasia Jepang). 

Sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya. 

Di sinilah keahlian dan pengalaman Abdulrachman Saleh dalam bidang radio betul-betul dimanfaatkan. Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan, dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Abdulrachman Saleh menyalurkan siarannya melalui pemancar bergelombang 16 meter di Bandung. 

Pemancar tersebut sudah lama tak dipakai. Dahulu dipergunakan oleh Markas Balatentara Jepang untuk memberi instruksi-instruksi kepada tentaranya yang tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia.

Sayangnya penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. 

Atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh, penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung. Ketika bertemu dengan pemuda pada 18 Agustus 1945, Jusuf Ronodipuro menceritakan bahwa Hosokkyiku, pusat siaran radio pendudukan Jepang di jalan Merdeka Barat, ditutup. 

Abdulrachman Saleh tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia Internasional. Abdulrachman Saleh kemudian memelopori pendirian pemancar-pemancar ilegal. 

Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahliannya di bidang teknik, dibuatlah sebuah pemancar berkekuatan 85 meter bertempat di gedung di Jalan Menteng Raya Jakarta. Pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di jalan Salemba 6. 

Radio Indonesia mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Siaran yang disebut dengan 'Suara Indonesia Merdeka' inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.

Sentimen: positif (91.4%)