Hukum Mahfud Minta Masalah Pulau Rempang Ditangani Secara Humanis Pusat Pemberitaan
RRi.co.id Jenis Media: Nasional
KBRN, Jakarta: Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, supaya Polri berhati-hati menangani persoalan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Mahfud meminta penanganan persoalan Pulau Rempang ditangani dengan humanis, setelah terjadi tragedi bentrok warga-aparat keamanan.
"Ya, kita tetap secara hukum, minta kepada aparat penegak hukum untuk menangani masalah kerumunan orang itu atau aksi unjuk rasa. Atau yang menghalang-halangi eksekusi hak atas hukum itu, supaya ditangani dengan baik dan penuh kemanusiaan," kata Mahfud kepada wartawan usai menghadiri acara Konsolidasi Kebangsaan LPOI di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2023).
"Itu sudah ada standarnya. Itu masalah tindakan pemerintah dan tindakan aparat supaya Polri hati-hati," ujar Mahfud.
Mahfud kemudian mengungkap duduk perkara hingga menyebabkan bentrok warga Pulau Rempang dengan aparat kepolisian terjadi, pada Kamis (7/9/2023) kemarin. Dia mengatakan, surat keputusan (SK) terkait hak guna usaha tanah Pulau Rempang sudah diterbitkan sejak tahun 2001.
Baca juga: Tragedi Pulau Rempang, Komnas HAM Tegas Selesaikan Dugaan Pelanggaran
Tapi, kata dia, ada kekeliruan dilakukan pemerintah, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). "Tapi masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang tidak tahu," kata Mahfud.
"Bahwa tanah itu (Pulau) Rempang itu, sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan. Untuk digunakan dalam hak guna usaha," kata Mahfud.
"Itu Pulau Rempang, itu tahun 2001, 2002," ucap Mahfud. Mahfud mengatakan, sebelum investor masuk, tanah Pulau Rempang rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok.
"Sehingga, pada tahun 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada tahun 2001, 2002 secara sah," kata Mahfud.
Hingga pada akhirnya, kata dia, investor baru masuk pada tahun 2022. "Ketika kemarin pada tahun 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak itu datang ke sutter-nya, ternyata tanahnya sudah ditempati," kata Mahfud.
"Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian LHK. Nah, lalu diluruskan sesuai dengan aturan bahwa itu masih menjadi hak karena investor akan masuk," ucap Mahfud.
Mahfud tidak menampik, proses pengosongan tanah itulah menjadi sumber keributan hingga terjadi bentrok warga Pulau Rempang dengan aparat keamanan. "Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan, bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan," kata Mahfud.
"Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi, misalnya. Meskipun menurut hukum tidak boleh karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun," kata Mahfud.
Sentimen: negatif (76.2%)