Sentimen
HEADLINE: Menerka Manuver Demokrat di Pilpres 2024, Dukung Ganjar atau Prabowo?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta Pasca bakal calon presiden yang diusung NasDem Anies Baswedan memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Partai Demokrat yang merasa berang dengan pengumuman tersebut, mencabut dukungan ke mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Tak hanya itu, partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu pun mulai meninggalkan koalisi yang dibangun bersama NasDem dan PKS. Kini, mereka mencoba mencari kapal baru untuk diarungi bersama di Pemilu 2024.
Meski sempat ingin melontarkan ada tawaran membentuk poros baru, tampaknya Demokrat hanya akan memilih antara bakal calon presiden PDI Perjuangan Ganjar Pranowo dan bacapres Gerindra Prabowo Subianto.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengumpulkan Ketua DPD Partai Demokrat seluruh Indonesia, di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta. AHY mengatakan, pertemuan itu untuk mendengarkan aspirasi terkait langkah politik di 2024.
"Demokrat ingin tentunya membuka peluang ke depan. Saya perlu mendengar langsung dari para Ketua DPD, karena suara kader di bawah juga harus kita dengarkan dengan baik," kata AHY saat ditemui di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Mengenai ke mana Partai Demokrat akan merapat ke koalisi PDIP atau Gerindra, AHY mengatakan pihaknya akan menyampaikan jika sudah waktunya.
"Pada saatnya nanti kita sampaikan," imbuh dia.
Oleh karena itu, AHY mengumpulkan Ketua DPD Partai Demokrat seluruh Indonesia untuk mendengarkan aspirasi dari akar rumput.
"Commanders Call dengan para ketua DPD se-Indonesia hadir tentunya kita ingin terus berkomunikasi dengan jajaran pimpinan baik ditingkat provinsi maupun kabupaten kota," ucap AHY.
Partai Demokrat memastikan tidak akan membuat poros baru pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat, Benny Kabur Harman.
"Poros baru, poros baru mana, saya rasa enggak. Saya rasa paling mungkin itu adalah ke PDIP dengan Ibu Megawati sebagai epicentrumnya atau Prabowo Subianto," kata Benny.
Namun, Benny belum bisa memastikan kemana partainya itu akan berlabuh. Apakah ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) atau Kerjasama Politik dengan pendukung Ganjar Pranowo.
"Sangat mungkin, sangat mungkin. Jadi sekarang ini 50 persen 50 persen. Pak Prabowo dan Pak Ganjar ya kan. Semua baik, hubungan kami dengan Ibu Megawati juga baik, dengan Pak Prabowo juga baik," ujarnya.
Ia menjelaskan, keputusan partainya akan bergabung kemana itu tetap akan menunggu dari Majelis Tinggi Partai Demokrat. Sehingga, belum bisa memastikan akan bergabung kemana.
"Belum tahu, kita menunggu majelis tinggi memang dikasih kewenangan penuh oleh konstitusi partai kita untuk menentukan akan kerja sama dengan partai mana," jelasnya.
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin mengatakan, Demokrat mengambil langkah realistis jika tak membuat poros baru.
“Memang Demokrat rasional, sulit membangun poros baru. Karena membuat poros baru dengan PKS dan PPP itu bunuh diri. Karena tidak ada capres unggulan dan memiliki elektabilitas tinggi di poros baru itu. Makanya percuma membangun poros baru itu,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (6/9/2023).
Ujang pun menyadari Demokrat kini pasang kuda-kuda untuk merapat Ganjar ataupun ke Prabowo. Karena, memperhitungkan siapa yang paling berpotensi meraih kemenangan.
“Ya semua mungkin. Ke PDIP bisa meskipun kemungkinannya kecil, ke Prabowo bisa saja. Tapi kalau kita lihat keduanya punya masalah. Dulu berkonflik dengan Megawati di 2004, sampai hari ini belum selesai. 2019 Demokrat dengan Gerindra,” ungkap dia.
Mencari Untung RugiSementara, Direktur SCL Taktika Konsultan, Iqbal Themi menyebut, ada baiknya partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu berkoalisi dengan PDIP.
"Tentu berkoalisi dengan PDIP akan bisa menaikan nilai tawar Demokrat. Karena menjadi mitra koalisi partai penguasa saat ini yang berpotensi memenangi kembali Pemilu 2024," kata dia.
Menurut Iqbal, terdapat 3 keuntungan yang bisa diperoleh terutama bagi partai Demokrat jika berkoalisi dengan PDIP
Pertama, keuntungan politik. Partai Demokrat jadi lebih punya peluang memenangkan Pilpres 2024. Mengingat elektabilitas Ganjar yang masih lebih unggul dari Prabowo dan Anies.
"Jika berujung kemenangan, bukan hal mustahil Demokrat ikut mendapat bagian kue politik. Pos menteri misalnya. Ini keuntungan politik yang prospektif bagi masa depan elektoral partai Demokrat. Sehingga bisa kembali diperhitungkan secara serius," jelasnya.
Kedua, keuntungan secara publik. Dia menyatakan PDIP dan Demokrat akan sama-sama mendapat apresiasi positif oleh publik secara luas.
Karena selama hampir 20 tahun terakhir, dalam dinamika kompetisi politik nasional, PDIP dan Demokrat belum pernah berada dalam satu poros koalisi.
"Maka jika PDIP dan Demokrat berkoalisi, ini akan memberikan pembelajaran politik yang baik bagi publik. Sekaligus menjadi wajah baru dalam dinamika politik kepartaian kita ke depan untuk saling membuka diri mengutamakan persatuan," tegasnya.
Ketiga, keuntungan konstruktif. Iqbal menjelaskan, koalisi antara PDIP dan Demokrat, bisa menjadi pintu gerbang rekonsiliasi politik dua tokoh pemimpin bangsa, yakni Megawati Soekarnoputri dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
"Karena membaiknya hubungan politik Bu Mega dan Pak SBY, akan menjadi oase politik yang menyejukan sekaligus bisa membawa suasana politik nasional kita menjadi lebih cair dan penuh riang gembira sebagaimana menjadi harapan masyarakat Indonesia sejak lama," kata dia.
Sentimen: positif (100%)