Proses Buang Limbah Air Radioaktif Nuklir Fukushima Jepang Butuh Waktu 30 Tahun
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima di Jepang yang mengalami kebocoran radiasi akibat dampak tsunami pada 2011 kembali memicu trauma masyarakat dunia mengenai risiko tinggi energi ini bagi lingkungan (wikipedia.org)
Solopos.com, TOKYO — Jepang mulai membuang limbah air radioaktif nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi ke laut pada Kamis (24/8/2023) pukul 13.00 waktu setempat, dan prosesnya diperkirakan akan berlangsung sekitar 30 tahun atau lebih.
Air tersebut digunakan untuk mendinginkan bahan bakar nuklir yang meleleh dan telah diolah melalui sistem pemrosesan cairan canggih yang mampu menghilangkan sebagian besar radionuklida, kecuali tritium.
Promosi7 layanan digital untuk indonesia terus maju
“Pemerintah akan mengambil tanggung jawab penuh, meskipun hal itu membutuhkan waktu puluhan tahun,” janji Perdana Menteri Fumio Kishida pada awal pekan ini, dilansir Antara.
Dimulainya pembuangan air radioaktif itu memicu tanggapan dari negara dan wilayah yang mengkhawatirkan aspek keamanannya.
China mengatakan akan menangguhkan impor semua produk makanan laut dari Jepang, dan menyebut pembuangan air tersebut sebagai “tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab.”
Hong Kong mulai memberlakukan pembatasan impor makanan laut dari 10 prefektur Jepang, termasuk Fukushima dan Tokyo.
Pembuangan tersebut terjadi karena tangki yang dipasang di kompleks Fukushima, yang saat ini menampung sekitar 1,34 juta ton air yang diolah, diperkirakan akan mencapai batas kapasitasnya pada awal 2024 kecuali operator pembangkit listrik, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), memulai pembuangan air tersebut.
Air tersebut akan diencerkan dengan air laut hingga seper-40 konsentrasi yang diizinkan menurut standar keselamatan Jepang sebelum dibuang melalui terowongan bawah air sepanjang satu kilometer dari pembangkit listrik, yang lumpuh akibat gempa bumi besar dan tsunami pada 2011.
Sesaat sebelum dimulainya pelepasan air radioaktif, TEPCO mengumumkan telah mengukur konsentrasi maksimum tritium dalam air encer sebesar 63 becquerel per liter, jauh di bawah batas 1.500 becquerel.
TEPCO berencana untuk mulai memantau bahan radioaktif di perairan dekat pembangkit listrik pada Kamis, dan merilis data paling cepat keesokan harinya.
Pada Juli lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyimpulkan bahwa rencana pembuangan air tersebut sejalan dengan standar keselamatan global dan akan memiliki dampak yang “dapat diabaikan” terhadap manusia dan lingkungan.
Pemerintah Korea Selatan menyatakan menghormati hasil tinjauan IAEA berdasarkan analisisnya sendiri terhadap rencana Jepang, tetapi tidak akan mendukung pembuangan air tersebut karena mempertimbangkan kekhawatiran yang masih ada di kalangan masyarakat.
Selain komunitas nelayan Jepang, organisasi nelayan di Filipina juga menyuarakan keprihatinan atas pembuangan air limbah radioaktif.
Sentimen: negatif (97%)