FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mempercepat penggunaan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) khususnya mobil listrik.

Kendaraan listrik dianggap akan membuat kualitas udara di Indonesia khususnya Jakarta lebih baik lagi. Dengan begitu, pemerintah akan mengevaluasi ulang penggunaan mobil konvensional yang dinilai menghasilkan emisi karbon, agar masyarakat lebih memilih menggunakan mobil listrik.

Ekonom gaek Emil Salim mengkritik kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya pengurangan emisi karbon dari kendaraan bermotor adalah langkah keliru.

"Mengubah mobil dengan listrik, tetapi ketika listrik yang kita pakai di mobil lemah perlu di-charge, kemana men-charge baterai itu? Ke listrik PLN. Dan dari mana listrik PLN? batu bara," ujar Emil saat menjadi pembicara dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, Senin (21/8/2023).

Sehingga dengan mengubah minyak dengan kendaraan listrik tetapi pengisian listrik mobil itu tetap bergantung pada listrik PLN yang sebagian besar masih menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berasal dari pembakaran batu bara.

Jika sumber listrik di Indonesia masih berasal dari batu bara, maka tidak akan mengurangi karbondioksida (CO2).

Sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa pemerintah memang sejauh ini belum memiliki kebijakan yang benar-benar berkomitmen menangani perubahan iklim.

"Ringkasnya, kegalauan kebijakan ini sepanjang CO2 saya melihat belum ada ketegasan bahwa kita mau mengendalikan CO2 agar bisa mengendalikan perubahan iklim," Emil mengungkapkan.

Sementara itu, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mewajibkan pejabat eselon 4 ke atas di lingkungan Pemerintah Provinsi untuk menggunakan kendaraan listrik.

Kebijakan itu, klaim Heru merupakan arahan langsung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

“Ya (ada arahan dari Luhut). Arahan dari beliau adalah sesegera mungkin (menerapkan sistem penggunaan kendaraan listrik),” ucap Heru. (*)