Sentimen
Positif (88%)
21 Agu 2023 : 00.49
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru, Rezim Orde Lama

Kab/Kota: Surabaya

Kasus: KKN, korupsi

Kutip istilah di pidato Bung Karno, LaNyalla tegaskan perubahan sistem bernegara `membahayakan` Indonesia

21 Agu 2023 : 07.49 Views 1

Elshinta.com Elshinta.com Jenis Media: Politik

Kutip istilah di pidato Bung Karno, LaNyalla tegaskan perubahan sistem bernegara `membahayakan` Indonesia

Sumber foto: inews.id/elshinta.com.

Elshinta.com - Perubahan sistem bernegara imbas amandemen konstitusi yang dilakukan pada tahun 1999-2002 terus menjadi fokus perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Mengutip pernyataan Bung Karno, LaNyalla menyebut perubahan sistem bernegara itu dengan istilah Vivere Pericoloso. 

"Kalimat yang merupakan sebuah frasa dalam bahasa Italia itu berarti 'hidup penuh bahaya' atau 'hidup menyerempet bahaya'" terang LaNyalla, di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Jawa Timur, Minggu (20/8).

Bukan tanpa alasan frasa yang pernah dikutip Bung Karno dalam pidatonya di tahun 1964 silam, kembali disitir oleh LaNyalla. Faktanya, Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, bangsa ini memang sedang menyerempet bahaya. Tepatnya sejak Era Reformasi, saat bangsa ini terbawa dalam suasana dan spirit anti Orde Baru. "Sehingga ada anggapan yang tidak kita sadari, bahwa Sistem Demokrasi Pancasila kita samakan dengan Orde Baru," tutur LaNyalla.

Di Era Reformasi, LaNyalla melanjutkan, muncul orang-orang yang menganggap dirinya The Second Founding Fathers. Mereka mendalilkan ilmu dan teori Barat untuk dijejalkan ke dalam konstitusi negara ini. Dengan dalih penguatan sistem presidensial, maka sistem bernegara di dalam konstitusi diubah.

"Celakanya, perubahan itu justru meninggalkan Pancasila sebagai identitas konstitusi. UUD hasil perubahan telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi Negara. Fakta tersebut bukan asumsi atau pseudoscience, tetapi hasil kajian akademik," papar LaNyalla.

Sebab, perubahan konstitusi itu ternyata menjabarkan nilai individualisme dan liberalisme. Sehingga sistem perekonomian juga berubah menjadi ekonomi pasar yang kapitalistik.

Sebagaimana diketahui, perubahan konstitusi saat itu dilakukan guna memperkuat sistem presidential. Harapannya, presiden terpilih akan mendapat legitimasi kuat, karena mendapat mandat langsung dari rakyat.

Faktanya tidak demikian. "Presiden yang disodorkan kepada rakyat adalah pilihan ketua umum partai politik, karena memang konstitusi mengatur seperti itu. Sehingga tidak salah apabila presiden disebut petugas partai, bukan petugas rakyat," tegas LaNyalla.

Musyawarah ketua umum partai politik lebih kepada membicarakan pembiayaan pemilu, termasuk sponsor yang sudah didapat. Dalam pelaksanaannya, pemilu juga membuat polarisasi di tengah-tengah masyarakat. 
 
Presiden terpilih memilih membagi kursi dengan partai politik sebanyak mungkin. Agar bisa bekerja lebih cepat melalui persetujuan-persetujuan politik dan Undang-Undang di DPR. "Termasuk persetujuan atas ‘kebijakan balas budi’ terhadap pihak-pihak yang membantu dalam pemenangan Pilpres Langsung," beber LaNyalla.
 
Menurut LaNyalla, fenomena ini akan terus terjadi. Kalau pun terjadi perubahan, hanyalah perubahan orang. Karena sistem bernegara ini telah membentuk siklus tersebut.

"Sehingga salah satu tuntutan Reformasi, yaitu penghapusan KKN, semakin ambyar. Karena faktanya, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bukan malah membaik," ujar LaNyalla. 

LaNyalla menjelaskan, dalam pidato Sidang Bersama MPR RI tanggal 16 Agustus 2023, ia telah menyampaikan bahwa asas dan sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, belum pernah kita terapkan secara benar dan sempurna, baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru. Karena itu, untuk menghindari praktik penyimpangan di masa lalu, maka perlu dilakukan penyempurnaan dan penguatan.

'Caranya, kita kembalikan terlebih dahulu konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh para pendiri bangsa. Lalu kita lakukan amandemen dengan teknik adendum, sehingga tidak mengubah sistem bernegara dan tetap taat pada asas," tegas LaNyalla.

Saat ini, LaNyalla melanjutkan, kita tetap menjadikan Pancasila dan nilai-nilai luhur yang dirumuskan pendiri bangsa di dalam Naskah Pembukaan Konstitusi. Tetapi menghilangkan penjabarannya di dalam pasal-pasal UUD. "Inilah yang saya maksud Vivere Pericoloso. Atau dalam istilah anak gaul; Gak bahaya ta?" ujar LaNyalla.
 
Akibatnya, LaNyalla melanjutkan, sebagai bangsa kita telah kehilangan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita sebagai sebuah bangsa. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.

"Bung Karno, Soepomo, Ki Bagoes Hadikoesoemo, M Yamin telah menyatakan bahwa sistem demokrasi Indonesia merupakan sistem tersendiri yang tak berkiblat kepada Barat maupun Timur. Yaitu, sistem demokrasi yang mengedepankan musyawarah mufakat," ujar LaNyalla.

Sentimen: positif (88.6%)