Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Idham Holik
KPU Tak Ungkap Status Mantan Terpidana pada DCS Besok
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/08/18/64df381d6e09d.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak akan mengungkap status mantan terpidana nama-nama bakal calon anggota legislatif (bacaleg) pada Daftar Calon Sementara (DCS) yang akan diumumkan mulai Sabtu (19/8/2023).
"Undang-undang tidak meminta kami untuk menandakan hal tersebut (status mantan terpidana), jadi kami mengumumkan semuanya sama," sebut Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, ketika dihubungi pada Jumat (18/8/2023).
Ia mengaku belum bisa memberi jumlah pasti bacaleg mantan terpidana.
"Saat ini rekan-rekan di Biro Teknis sedang mempersiapkan buat publiksi di media, jadi untuk saat ini belum bisa saya jawab," ucap dia.
Baca juga: Umumkan DCS Pileg 2024, KPU: 105 Bacaleg DPR Berusia 21 Tahun
Namun demikian, ia meyakini, masyarakat dapat mengidentifikasi mantan terpidana yang maju sebagai bacaleg di sebuah daerah pemilihan, apalagi jika caleg tersebut merupakan tokoh masyarakat.
Di tingkat DPR RI, total KPU RI menetapkan 9.925 bacaleg masuk ke dalam DCS Pileg 2024.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, menyebut bahwa jumlah 9.925 bacaleg ini merupakan hasil verifikasi dari total 10.323 bacaleg yang didaftarkan pada Mei 2023 lalu.
"Yang memenuhi syarat hanya 9.925 orang caleg," kata Idham dalam jumpa pers di kantor KPU RI, Jumat.
Baca juga: Besok KPU Umumkan DCS Beserta Nama Bacaleg, Publik Bisa Beri Masukan
Pada saat masa perbaikan, jumlah bacaleg berkurang 127 orang menjadi 10.196.
Ia melanjutkan, saat masa pencermatan rancangan DCS pada 6-11 Agustus 2023, jumlah bacaleg mengalami pengurangan sebanyak 11 orang.
Maka, total keseluruhan bacaleg DPR RI tersisa 10.185 orang, sebelum akhirnya susut lagi ke 9.925 orang.
Secara total, rata-rata keterwakilan perempuan dari 9.925 bacaleg DPR RI mencapai 37,3 persen.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023, eks terpidana yang diancam minimum 5 tahun penjara (selanjutnya disebut "eks terpidana") baru dapat mencalonkan diri sebagai caleg setelah menunggu masa jeda 5 tahun, terhitung sejak bebas murni.
Namun, dalam penerjemahan yang dilakukan KPU lewat Peraturan KPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 tentang Pencalegan, KPU memberi pengecualian bahwa masa jeda 5 tahun sejak bebas murni ini tak berlaku untuk eks terpidana yang juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Ambil contoh seorang terdakwa berinisial A terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan terlibat kasus korupsi yang merugikan keuangan negara pada Januari 2010.
Majelis hakim menjatuhinya vonis 10 tahun penjara plus pidana tambahan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Itu artinya, A baru akan keluar penjara pada Januari 2020. Selain itu, ia tidak memiliki hak untuk dipilih hingga Januari 2023.
Baca juga: KPU Segera Revisi Keputusan DCS PKPI
Mengacu pada tafsir KPU, maka A sudah bisa mencalonkan diri pada Pemilu 2024, karena pendaftaran bakal caleg dibuka pada Mei 2023 atau 4 bulan setelah pencabutan hak politiknya berakhir.
A tidak perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi, sebab sudah menjalani vonis pencabutan hak politik.
Akan tetapi, menurut sejumlah lembaga aktivisme seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), perhitungan KPU keliru. A dianggap baru pulih hak politiknya per Januari 2025.
Hitungan ini diperoleh terhitung sejak A bebas dari pidana pokok pada Januari 2020 plus 5 tahun masa jeda, tak peduli apakah ia dijatuhi vonis tambahan pencabutan hak politik atau tidak.
Namun, dalam penafsiran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), lain lagi. A dianggap baru pulih hak politiknya pada Januari 2028.
Hitungan ini didapat terhitung sejak A bebas dari pidana pokok pada Januari 2020, ditambah masa pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan selama 3 tahun hingga Januari 2023.
Pada Januari 2023 itu lah, A baru bisa dianggap bebas murni dari segala bentuk pidana. Terhitung sejak 2023 itu lah, masa jeda 5 tahun sebagaimana diamanatkan MK baru berlaku.
-. - "-", -. -
Sentimen: negatif (88.9%)