Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Institusi: Universitas Indonesia
Tokoh Terkait
BPOM Siapkan Pelabelan Galon Bermerek Jum'at, 18/08/2023, 18:50 WIB
Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News
Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM, Aisyah mengatakan lembaganya meminta dukungan semua pihak terkait rencana pelabelan risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A atau BPA pada galon air minum bermerek.
Menurutnya, ini merupakan wujud kehadiran serta tanggung jawab negara dalam melindungi kesehatan masyarakat.
"Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat," kata Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM, Aisyah, dalam sebuah acara bincang-bincang di Metro TV, Jumat (11/8/2023).
Ia mengaku para pelaku usaha nanti akan memahami rencana ini.
"Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua stakeholders (pemangku kepentingan)," tambahnya.
Menurut Aisyah, karena pertimbangan risiko kesehatan tersebut, negara di berbagai belahan dunia mengadopsi pengaturan khusus terkait BPA.
Ada yang menetapkan ambang batas migrasi, ada yang melarang total penggunannya pada kemasan pangan dan ada pula yang mewajibkan pelabelan untuk mengedukasi konsumen.
Di Indonesia, katanya, sejak 2019 BPOM menetapkan batas migrasi BPA pada kemasan pangan berbahan polikarbonat adalah 0,6 ppm. Ambang ini wajib dipatuhi produsen Air Minum Dalam Kemasan yang menggunakan polikarbonat sebagai kemasan galon guna ulang.
Kendati, Aisyah menyebut di level global ada trend pengetatan toleransi atas BPA pada kemasan pangan. Dia mencontohkan Uni Eropa kini menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,06 ppm dari 0,6 ppm pada 2011.
Otoritas keamanan pangan Eropa, EFSA, merevisi batas asupan harian (Total Daily Intake) BPA dari awalnya, pada 2015, sebesar mikrogram/kilogram berat badan menjadi 0,2 nanogram/kilogram berat badan pada April 2023.
"Ini berarti ada pengetatan 20.000 kali lebih rendah, toleransi asupannya jadi lebih ketat. Ini juga salah satu alasan BPOM mengkaji kembali regulasi yang ada terkait BPA," katanya.
Menurut Aisyah, rencana pelabelan risiko BPA juga berlatar hasil pengawasan yang menunjukkan migrasi BPA pada galon bermerek yang beredar di sejumlah kota.
"Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm," katanya.
Sementara, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengungkap BPA mendatangkan risiko yang "luar biasa" bagi kesehatan manusia.
"Bahkan sebelum jadi manusia sudah berisiko, saat dalam kandungan, BPA berpotensi mengganggu pertumbuhan janin sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan banyak masalah kesehatan, termasuk autisme, Attention Deficit atau Hyperactivity Disorder (ADHD)," kata Pandu.
Ia menyebut paparan BPA dalam jangka panjang dapat mengganggu sistem tubuh, termasuk gangguan organ reproduksi, penyakit endokrin, gangguan syaraf dan kanker.
Pandu menambahkan bahwa semua jenis penyakit tak menular tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Ahli polimer dari Universitas Indonesia, Muhammad Chalid, mengatakan ada risiko pelepasan BPA yang besar pada kemasan galon bermerek, terutama bila produk tersebut masih didistribusikan dengan tak tepat, seperti dibiarkan terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang cukup lama.
Selain paparan suhu yang relatif tinggi, Chalid bilang pelepasan BPA pada galon bermerek juga rawan karena proses pencucian galon di pabrik umumnya menggunakan sejenis deterjen yang bisa memicu peningkatan keasaman dan berimbas pada pelepasan BPA.
Baca Juga: Ganjar Lebih Unggul dari Capres Lain soal Ibu Negara
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Sentimen: negatif (98.4%)