Ini Sejarah Benteng Tertua di Indonesia, Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Benteng Fort Rotterdam yang berada di pinggir Pantai Losari menyimpan kehidupan Pangeran Diponegoro (Sugeng Pranyoto/JIBI/Harian Jogja)
Solopos.com, MAKASSAR — Benteng Fort Rotterdam atau juga biasa disebut dengan Benteng Ujung Pandang atau Jum Pandang merupakan sebuah bangunan berupa benteng pertahanan yang ada di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Benteng Fort Rotterdam merupakan benteng tertua di Indonesia yang merupakan peninggalan bersejarah Kerajaan Gowa-Tallo.
PromosiCara Dapat Beasiswa Biar Kuliah Gratis, Gak Jadi Beban Keluarga
Melansir dari disbudpar.sulselprov.go.id yang diakses pada Kamis (10/8/2023), Benteng Fort Rotterdam berlokasi di Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Masyarakat Makassar biasa menyebut benteng ini sebagai ‘Benteng Pannyua’ yang artinya benteng yang menyerupai kura-kura. Hal ini dikarenakan jika dilihat dari atas, bangunan benteng Nampak seperti kura-kura.
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Benteng Rotterdam memiliki lima bastion dan dua pintu keluar. Pintu atau gerbang utamanya terletak di sebelah barat benteng, terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan penutup atau daun pintu kembar dua.
Pintu yang ada di dalamnya memiliki ukuran lebih kecil dengan pasak-pasak dari besi atau biasa disebut angkur.
Bastion yang ada pada Benteng Rotterdam yaitu Bastion Bone yang terletak di sebelah barat di bagian Tengah benteng, Bastion Bacan yang letaknya di sudut barat daya, Bastion Buton yang terletak di sudut barat laut, Bastion Mandarasyah yang terletak di sudut timur laut, dan Bastion Amboina yang terletak di sudut Tenggara benteng.
Setiap bastion terhubung dengan dinding benteng, kecuali antara Bastion Bacan dan Bastion Amboina yang tidak memiliki dinding.
Benteng Rotterdam memiiliki luas 2,5 hektar dan memiliki 16 buah bangunan yang ada di dalam benteng. Arsitektur bangunan Benteng Rotterdam bergaya Eropa, khususnya Belanda abad pertengahan.
Bangunan yang ada di dalam benteng diantaranya adalah gereja, kantor kepala bagian perdagangan, kantor pusat perdagangan, barak militer, dan Gudang.
Semua bangunannya mempunyai atap berbentuk pelana dengan kemiringan tajam dan memiliki jendela dan pintu yang banyak.
Benteng Ujungpandang pertama kali dibangun oleh Raja Gowa VIII yang bernama Tumapa’risi’ Kallonna pada 1545 yang awalnya hanya berupa gundukan tanah.
Selanjutnya pada masa Raja Gowa XIV yang bernama Sultan Alauddin, benteng ini dibangun dan mengadopsi bentuk benteng pertahanan yang ada di Eropa pada masa itu.
Pada tanggal 9 Agustus 1639 dilakukan perkuatan dinding lalu setahun setelahnya rakyat Somba Opu dikerahkan untuk membuat dinding kedua.
Cornelis Janszoon Speelman menyatakan perang dengan Kerajaan Gowa-Tallo pada tanggal 21 Desember 1666 yang dikenal sebagai Perang Makassar.
Perang tersebut diakhiri dengan Perjanjian Bungaya antara Kerajaan Gowa-Tallo yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak Belanda diwakili oleh Speelman pada tanggal 18 November 1667.
Salah satu isi perjanjian tersebut yaitu menghancukan seluruh benteng pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo kecuali Benteng Ujungpandang yang harus diserahkan pada VOC sekaligus perkampungan dan lingkungannya.
Lingkungan tersebut dijadikan pemukiman oleh Speelman dan Namanya diubah menjadi Rotterdam yang mengacu pada tempat kelahiran Speelman.
Kemudian Benteng Rotterdam difungsikan sebagai markas tantara dan kantor perwakilan VOC di wilayah Nusantara bagian timur. Bangunan yang ada di dalam benteng kemudian diubah oleh Speelman.
Struktur bentengnya terdiri dari tembok-tembok batu besar dengan pembagian ruang, blok-blok dan pintu gerbang.
Sekeliling benteng kemudian dibangun parit yang berfungsi untuk keamanan dan praktis sebagai jalur masuknya kapal untuk bersandar pada bagian selatan benteng.
Bangunan di dalam benteng dibangun dengan arsitektur abad pertengahan atau Medieval namun diubah pada bagian jendela dan ventilasi udaranya diperbesar agar bisa mengalirkan banyak udara.
Pada 1811 hingga 1816 Benteng Rotterdam dikuasai oleh Inggris karena kemenangannya atas menaklukkan Ambon dan Banda.
Pada September 1816, Inggris menyerahkan Benteng Rotterdam ke Pemerintah Hindia Belanda dan benteng tersebut dijadikan pusat pemerintahan, keamanan, dan barak tantara.
Gubernur yang memimpin pada saat itu membangun rumah gubernur dan rumah sakit di luar lingkungan benteng.
Belanda menggunakan Benteng Rotterdam sebagai pusat pemerintahan dan perekonomiannya selama lebih dari 200 tahun dan berhenti menggunakannya pada 1908.
Pada 1909, beberapa bangunan di dalam benteng dihancurkan. Kemudian pada tahun 1937, Benteng Rotterdam diserahkan pada Yayasan Fort Rotterdam.
Selama masa penjajahan Jepang, Benteng Rotterdam dijadikan kantor administrasi Angkatan Laut Jepang Wilayah Indonesia Timur, serta Pusat Studi Bahasa dan Penelitian Pertanian.
Ketika masa KNIL, benteng ini digunakan sebagai pertahanan melawan Tentara Nasional Indonesia sampai 1950 dan diserahkan pada Indonesia.
Setelah itu Benteng Rotterdam dijadikan kembali sebagai fasilitas militer TNI sampai pada awal abad ke-21 lalu kemudian dijadikan Pusat Studi Budaya Sulawesi.
Sentimen: netral (100%)