Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Garuda Indonesia
Kab/Kota: Pacitan, Solo
Gugatan Batas Usia Cawapres Babak Akhir Cawe-cawe Jokowi di Pemilu 2024
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Analisa Data dan Informasi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution menuding, gugatan untuk uji materi syarat batas usia bagi capres dan cawapres yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan langkah terakhir Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan cawe-cawe menjelang Pemilu 2024.
"Gugatan judicial review soal batas usia cawapres menurut saya adalah babak akhir dari langkah cawe-cawe yang bisa dimanfaatkan Presiden Jokowi menjelang Pemilu 2024. Setelah kegagalan upaya mendorong masa jabatan presiden tiga periode dan atau perpanjangan jabatan presiden 2-3 tahun melalui MPR," ujar Syahrial dalam keterangannya, Jumat (4/8/2023).
Syahrial mengungkit diskusi santai di Pacitan, Jawa Timur bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir Mei 2023.
Baca juga: Soal Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres, Anies: Biar MK yang Putuskan
Dalam diskusi santai bersama SBY tersebut, judicial review mengenai batas usia cawapres masuk dalam pembahasan.
Mereka saat itu memperkirakan langkah politik apa yang akan Presiden Jokowi lakukan terkait cawe-cawenya.
"Dalam diskusi terbatas beberapa hari menjelang kedatangan Anies Baswedan ke Pacitan, 1 Juni 2023 lalu itu, upaya JR soal usia cawapres masih sebatas isu sayup-sayup. Karena elite politik masih mencurahkan perhatian soal putusan MK mengenai sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup," tutur dia.
Syahrial mengatakan, SBY yang merupakan tokoh politik berpengalaman sudah mengendus langkah lain dari cawe-cawe yang sedang berlangsung.
Dia meyakini SBY memiliki ketajaman analisis dan kesahihan sumber informasi dan referensi yang dimiliki.
"Dan jika kita jeli, dalam buku yang ditulis sendiri oleh Pak SBY berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, 'The President Can Do No Wrong' jelas tergambarkan di poin kelima. Bahwa Pak Jokowi yang akan memberikan kata akhir soal siapa capres dan cawapres yang akan diusung partai-partai koalisi yang akan menjadi suksesornya," ujar Syahrial.
Baca juga: Soal Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres, Anies: Saya Sih Percaya MK
Syahrial mengatakan, jika MK mengabulkan batasan umur cawapres menjadi 35 tahun atau tetap 40 tahun dengan klausul tambahan "Setidaknya pernah menjabat kepala daerah", secara normatif Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka berpeluang maju sebagai cawapres.
Jika sampai peluang tersebut terkabul, upaya cawe-cawe Jokowi akan terbuka lebar untuk mengendalikan pasangan yang akan jadi suksesornya.
Hanya saja, Syahrial yakin belum tentu pasangan yang didukung Jokowi ini akan melewati jalan yang mulus-mulus saja di Pilpres 2024.
"Karena tindakan tersebut bisa saja membuat prahara di tubuh partai politik, di mana independensi partai politik dibredel akibat pemimpinnya tersandung masalah hukum misalnya. Tapi salahnya parpol itu juga jika ternyata bersedia diperlakukan seperti itu," ujar dia.
Sementara itu, Syahrial juga mengungkit pernyataan SBY bahwa boleh-boleh saja Jokowi cawe-cawe soal Pilpres 2024.
Baca juga: PPP Tunggu Putusan MK soal Gugatan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres Jadi 35 Tahun
Akan tetapi, kata dia, asal jangan melakukan kesalahan yang makin dalam seperti menggunakan alat-alat kekuasaan atau perangkat negara.
"Walaupun jika mengambil langkah-langkah politik, sulit menepis anggapan publik yang terlanjur terang mengetahui bahwa Ketua MK adalah adik ipar Pak Jokowi," ujar Syahrial.
Adapun DPR dan pemerintah kompak memberi sinyal setuju agar batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden turun dari 40 ke 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Sinyal ini tampak dalam keterangan masing-masing yang disampaikan dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (1/8/2023).
DPR diwakili anggota Komisi III dari fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman.
Sementara itu, pandangan presiden diwakili oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian yang bertindak atas nama Presiden RI Joko Widodo.
DPR dan pemerintah sama-sama menyinggung putusan MK terdahulu, yakni nomor perkara 15/PUU-V/2007 dan 58/PUU-XVII/2019, yang pada intinya menegaskan bahwa batas usia capres dan cawapres merupakan ranah pembentuk undang-undang (open legal policy).
Konstitusi UUD 1945 tidak mengatur sama sekali batasan-batasan itu.
Dalam pandangannya, DPR menyinggung bahwa perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami oleh capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara, sehingga yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Ia juga menyinggung bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang.
"Oleh sebab itu, penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres," kata Habiburokhman.
Baca juga: Uji Materi Batas Usia Cawapres Disebut untuk Muluskan Gibran, Jokowi: Jangan Menduga-duga
Ia pun menyebutkan beberapa kriteria usia minimum capres-cawapres di negara lain yang pada intinya memvalidasi keinginan untuk menurunkan batas usia minimum capres-cawapres Indonesia.
"Empat puluh lima negara di dunia memberikan syarat minimal 35 tahun, di antaranya Amerika Serikat, Brasil, Rusia, India, dan Portugal," ujar dia.
Sementara itu, pemerintah menyinggung Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
"Perlu dipertimbangkan perkembangan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan, salah satunya terkait kebijakan batasan usia bagai calon presiden dan wakil presiden," menurut Yasonna dan Tito dalam keterangan yang dibacakan oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Togap Simangunsong, di hadapan sidang.
Pemerintah menilai, batasan usia minimum capres-cawapres merupakan sesuatu yang adaptif dan fleksibel, sesuai perkembangan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan.
Pemerintah juga menggunakan alasan sejenis dengan DPR, yaitu pentingnya mempertimbangkan usia produktif.
"Bahwa tolok ukur batasan usia dengan memperhatikan dinamika perkembangan usia produktif penduduk perlu dipertimbangkan kembali," kata Togap.
Dalam petitumnya, DPR dan pemerintah kompak menyerahkan urusan ini ke MK, tanpa sikap tegas yang menyatakan persetujuannya atau penolakannya terhadap permohonan uji materi ini.
Baca juga: Jokowi Tegaskan Tak Intervensi soal Uji Materi Batas Usia Capres di MK
Wakil Ketua MK Saldi Isra juga menangkap sinyal malu-malu kucing ini.
Saldi heran karena keduanya malah melempar bola panas ke majelis hakim, padahal pemerintah dan DPR berwenang mengubahnya sendiri melalui revisi UU Pemilu.
"DPR juga implisit sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksinya, kelihatan pemerintah juga setuju. Kan sederhana mengubahnya, dibawa ke DPR, diubah undang-undangnya, pasal itu sendiri, tidak perlu tangan Mahkamah Konstitusi," ujar dia.
Perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.
PSI meminta batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai sekurang-kurangnya 35 tahun, seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Baca juga: Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Prabowo: Jangan Lihat Usia, Banyak Negara Pemimpinnya Muda
Sementara itu, pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023, penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Petitum dalam gugatan Partai Garuda persis dengan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Mereka meminta agar batas usia minimum capres-cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
-. - "-", -. -
Sentimen: positif (100%)