Sentimen
Negatif (100%)
4 Agu 2023 : 14.28
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Samarinda

Kasus: kasus suap, korupsi

Wapres Sebut UU Peradilan Militer Perlu Disempurnakan agar Sesuai Zaman

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

4 Agu 2023 : 14.28
Wapres Sebut UU Peradilan Militer Perlu Disempurnakan agar Sesuai Zaman

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer layak untuk direvisi agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.

Ma'ruf mengatakan, wacana revisi UU Peradilan Militer adalah hal yang wajar karena UU yang sudah lama berlaku memang perlu untuk disempurnakan.

"Saya kira Undang-Undang (Nomor) 31 itu juga saya akan mengalami hal yang sama, ada hal-hal yang memang perlu disempurnakan (agar) lebih sesuai dengan tuntutan keadaan," kata Ma'ruf dalam keterangan pers di Samarinda, Jumat (4/8/2023).

Baca juga: Panglima TNI Terbuka jika UU Peradilan Militer Direvisi

Oleh karena itu, Ma'ruf mengatakan, wacana revisi UU Peradilan Militer adalah sebuah keniscayaan.

Ia pun sependapat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut revisi UU Peradilan Militer patut segera dibahas

"Saya kira kita silakan terus berjalan (wacana revisi UU Peradilan Militer) dan sesuai dengan aspirasi yang muncul dan tentu ingin undang-undang itu kan lebih baik merespons tuntutan keadaan yang terjadi," kata Ma'ruf.

UU Peradilan Militer selama ini selalu menjadi pembenaran agar prajurit aktif yang melakukan tindak pidana, walaupun dalam kapasitasnya sebagai jabatan sipil, hanya dapat dibawa ke peradilan militer dan kebal peradilan umum.

UU Peradilan Militer mengatur bahwa pihak yang berwenang mengusut kasus hukum prajurit aktif hanyalah oditur militer.

"UU Peradilan Militer harus direvisi. Ikut UU TNI saja. Kalau tindak pidananya umum, ya jangan ke peradilan militer," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti saat ditemui Kompas.com di daerah Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).

Bivitri menyampaikan, keberadaan peradilan militer yang bisa menjatuhkan sanksi atas prajurit yang melakukan tindak pidana umum sebetulnya merupakan anomali dan tak dikenal di dunia.

"Itu diterbitkan 1997. Dari tahunnya kita bisa membaca, tahun segitu undang-undang Itu dilahirkan untuk melindungi jenderal-jenderal (yang diduga terlibat tindak pidana)," kata dia.

Baca juga: Panglima TNI Bantah Ada Impunitas jika Anggota TNI Diproses di Peradilan Militer

"Di luar negeri enggak ada (peradilan militer) sebagai peradilan. Ada military tribunal, tapi itu hanya untuk pelanggaran disiplin militer. Kalau yang dilanggar pidana sipil, ya semua orang kan sama di hadapan hukum, harusnya tidak boleh ada pembedaan," kata pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu.

Masalahnya, karena UU Peradilan Militer ini, beberapa pelaku korupsi dari unsur TNI yang kasusnya diusut KPK diproses hukum oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Kasus ini beberapa kali terjadi dalam perkara korupsi yang ditangani KPK, seperti kasus pengadaan helikopter AW-101 dan kasus suap Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Baca juga: Bantah Impunitas di Peradilan Militer, Panglima TNI: Kalau Ragu, Ayo Sama-sama Lihat Penyidikannya

Akuntabilitas dan transparansinya dipertanyakan. Pada kasus Bakamla, Laksma Bambang Udoyo selaku prajurit yang terlibat korupsi hanya divonis 4,5 tahun penjara.

Pada kasus pengadaan helikopter, pengusutan atas keterlibatan para prajurit aktif malah dihentikan Puspom TNI karena diklaim tak cukup alat bukti.

Terkini, KPK sempat mengumumkan Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka suap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan hingga Rp 88,3 miliar yang diduga dilakukan pada 2021-2023.

Puspom TNI akhirnya menetapkan keduanya menjadi tersangka, meski sempat mempertanyakan penetapan tersangka ini. Kedua tersangka ini pun ditahan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

-. - "-", -. -

Sentimen: negatif (100%)