LKPP Blokir 27 Ribu Produk di e-Catalog, Ada yang Tipu-Tipu!
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah takedown atau memblokir 27 ribu produk di e-katalog karena berbagai permasalahan, mulai dari barang impor yang sudah diproduksi di dalam negeri hingga barang tipu-tipu.
Plt Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital LKPP Yulianto Prihandoyo mengungkapkan, dari total 27 ribu produk itu ada sebanyak 16 ribu lebih produk yang merupakan barang hasil impor namun sudah ada barang penggantinya hasil produksi dalam negeri (PDN).
"Jadi kami sudah takedown total lebih dari 27 ribu produk tayang di katalog. Dari situ 16 ribu lebih produk-produk impor yang kami nilai sudah ada substitusi PDN nya," ucap Yulianto saat ditemui di Jiexpo, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Produk impor itu menurutnya paling banyak dalam bentuk alat kesehatan seperti tempat tidur rumah sakit yang berasal dari China. Selain itu, juga ada produk-produk elektronik impor yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri namun tetap didatangkan dari luar negeri.
"Banyak kan produk alkes yang impor itu, China paling banyak. Kayak tempat tidur di rumah sakit itu kita sudah punya pabriknya kok, sudah bisa Indonesia bisa bikin," ucapnya.
Di antara produk impor yang terkena takedown itu pun ada juga yang menjajakannya di e-katalog dengan melabeli dari barang-barang produksi dalam negeri atau menggunakan nama PT asal Indonesia. Modus ini menurut Yulianto juga banyak digunakan.
Adapun 11 ribu produk sisanya yang terkena takedown dari LKPP merupakan produk hasil tipu-tipu, seperti mengenakan harga tidak wajar. Menurutnya, produk anomali yang dijajakan di e-katalog itu berpotensi merugikan keuangan negara.
"Mesin kami menemukan itu, dan kami langsung takedown. Jadi mesin kami itu kayak perbankan. Jadi lebih karena misal ada risiko-risiko belanja negara yang bisa disalahgunakan," tuturnya.
Yulianto mengingatkan, bila produk hasil tipu-tipu ini terserap di kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah harus segera dikembalikan. Proses hukum dipastikannya juga akan diterapkan karena risikonya sangat tinggi bagi keuangan negara.
"Itu nanti ada proses hukum tersendiri yang di situ nanti inspektorat, auditor, BPK, BPKP itu punya peran di sana. Masih ada ruanglah. Kalau ada pengaturan seperti itu ya harus dikembalikan," ungkap Yulianto.
[-]
-
Kekayaan RI Sama-sama Naik di Era Jokowi & SBY, Siapa No.1?(mij/mij)
Sentimen: negatif (64%)