Sentimen
Negatif (100%)
23 Okt 2004 : 17.57
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, kasus suap, korupsi

Alexander Mawarta Resmi Dilaporkan ke Dewas KPK terkait Kasus Basarnas

23 Okt 2004 : 17.57 Views 5

Rilis.id Rilis.id Jenis Media: Nasional

Alexander Mawarta Resmi Dilaporkan ke Dewas KPK terkait Kasus Basarnas

RILISID, Jakarta — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) resmi melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata ke Dewan Pengawas atas dugaan melakukan pelanggaran kode etik, terkait kasus suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

"Melaporkan Saudara Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK dengan dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK nomor 01 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya kepada RILIS.ID, Rabu (2/8/2023).

Lembaga antirasuah diketahui telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Juli 2023 yang melibatkan pimpinan Basarnas.

Kemudian, pada 26 Juli 2023, dalam jumpa pers, KPK yang diwakili Alexander Mawarta mengumumkan ke publik bahwa Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka tindak pidana korupsi penerima suap pada proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas dengan nilai sekitar Rp1 miliar.

Atas penetapan tersangka itu, Pusat Polisi Militer (Puspom TNI) melayangkan protes dengan alasan bahwa kewenangan menetapkan tersangka yang berasal dari anggota TNI aktif adalah kewenangan mereka.

Selain itu, di kemudian hari diketahui KPK tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai dasar penetapan status tersangka.

Atas hal itu, MAKI menduga Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK, yang diatur dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 1 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

"Antara lain, bekerja sesuai prosedur operasional standar (SOP) dan dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara oleh KPK," jelas Boyamin.

Seharusnya, pimpinan KPK melakukan koordinasi dengan Puspom TNI untuk membentuk Tim Penyidik Koneksitas sebelum menetapkan dan mengumumkan Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Dengan belum terbentuknya Tim Penyidik Koneksitas, namun Alexander sudah melakukan pengumuman penetapan tersangka. Maka diduga Alexander melanggar wewenang selaku pimpinan KPK.

MAKI meyakini terduga pelaku penerima suap, Henri Alfiandi akan diproses hukum di Pengadilan Militer dan akan mendapat hukuman yang berat oleh hakim militer dikarenakan oknum tersebut dianggap mencoreng nama baik TNI.

"Kami meminta Dewas KPK untuk memerintahkan kepada Pimpinan KPK untuk membentuk tim tetap koneksitas dengan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan guna antisipasi dikemudian hari melakukan penindakan hukum yg terduga pelaku dari sipil dan militer. Pembentukan ini dapat berupa SKB atau MOU sebagaimana telah dilakukan oleh Kejagung," tukasnya. (*)

Sentimen: negatif (100%)