Aturan Kemenkes soal Antiperundungan Harus Diperjelas
Medcom.id Jenis Media: News
21 Jul 2023 : 13.13
Jakarta: Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan perundungan (bullying) terhadap peserta didik di rumah sakit pendidikan dalam lingkungan Kemenkes. Kebijakan itu diatur dalam Instruksi Menteri Kesehatan (Imenkes) Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dari Departemen Luar Negeri dr Iqbal Mochtar mengatakan perundungan yang dimaksud dalam aturan itu harus didefinisikan secara jelas. Sehingga, tidak meluas.
Dia menjelaskan ada penelitian dari Amerika Serikat yang menyebutkan hampir sekitar 15 persen dokter yang menjalani pendidikan spesialis mengalami bullying. Bahkan bully terkait sexual harassment bisa mendekati 5 persen. Sehingga, bullying persoalan universal, ada yang sifatnya fisik, verbal, dan cyber bullying.
"Kita perlu definisikan bully ini secara jelas. Makanya perlu dibuat garis embarkasi yang jelas antara bullying dengan bagian dari pendidikan,” ungkap Iqbal kepada Media Indonesia, Jumat, 21 Juli 2023.
Iqbal mencontohkan saat seseorang menjalani pendidikan spesialis, lalu ada seniornya yang meminta dibantu mengerjakan sebuah tugas. Bagi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tertentu ini pasti dianggap bullying karena mengerjakan tugas yang bukan jadi kewajibannya.
“Tapi jika dilihat dari perspektif lebih luas, upaya ini dapat dilihat sebagai sharing knowledge. Ketika kita meminta seseorang membantu mengerjakan tugas ada proses pembelajaran, pendidikan, dan pelatihan yang hanya bisa dilakukan dengan saling kerja sama. Makanya perlu definisi operasional yang jelas apa itu bullying,” kata Iqbal.
Dia menegaskan Kemenkes tidak bisa menetapkan definisi bullying sendirian. Mereka harus duduk dengan Ketua PPDS dan dekan untuk mengartikulasikan apa itu operasional bullying agar jangan sampai ada terminologi yang dapat menimbulkan interpretasi berbeda.
“Di sini harus ada Pokja bully yang terdiri dari semua stakeholder, enggak cuma dari Kemenkes saja. Harus ada dari Kemendikbud Ristek, dekan, Ketua PPDS atau kaprodi. Mereka duduk bersama merumuskan definisi yang jelas terkait bully ini kemudian disepakati bersama bully ini seperti apa. Karena saya khawatir kalau kita gunakan terminologi yang sangat luas, ini nanti bisa menimbulkan interpretasi luas dan menghambat proses pendidikan,” tutur dia.
Secara terpisah, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengapresiasi langkah yang dilakukan Kemenkes dengan menerbitkan aturan ini. Namun, dia memastikan dalam pendidikan keperawatan, belum ada kasus perundungan.
“Bagus, kita apresiasi. Walaupun tidak terjadi perundungan untuk mahasiswa keperawatan,” ujar Harif.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dari Departemen Luar Negeri dr Iqbal Mochtar mengatakan perundungan yang dimaksud dalam aturan itu harus didefinisikan secara jelas. Sehingga, tidak meluas.
Dia menjelaskan ada penelitian dari Amerika Serikat yang menyebutkan hampir sekitar 15 persen dokter yang menjalani pendidikan spesialis mengalami bullying. Bahkan bully terkait sexual harassment bisa mendekati 5 persen. Sehingga, bullying persoalan universal, ada yang sifatnya fisik, verbal, dan cyber bullying.
-?
- - - -"Kita perlu definisikan bully ini secara jelas. Makanya perlu dibuat garis embarkasi yang jelas antara bullying dengan bagian dari pendidikan,” ungkap Iqbal kepada Media Indonesia, Jumat, 21 Juli 2023.
Iqbal mencontohkan saat seseorang menjalani pendidikan spesialis, lalu ada seniornya yang meminta dibantu mengerjakan sebuah tugas. Bagi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tertentu ini pasti dianggap bullying karena mengerjakan tugas yang bukan jadi kewajibannya.
“Tapi jika dilihat dari perspektif lebih luas, upaya ini dapat dilihat sebagai sharing knowledge. Ketika kita meminta seseorang membantu mengerjakan tugas ada proses pembelajaran, pendidikan, dan pelatihan yang hanya bisa dilakukan dengan saling kerja sama. Makanya perlu definisi operasional yang jelas apa itu bullying,” kata Iqbal.
Dia menegaskan Kemenkes tidak bisa menetapkan definisi bullying sendirian. Mereka harus duduk dengan Ketua PPDS dan dekan untuk mengartikulasikan apa itu operasional bullying agar jangan sampai ada terminologi yang dapat menimbulkan interpretasi berbeda.
“Di sini harus ada Pokja bully yang terdiri dari semua stakeholder, enggak cuma dari Kemenkes saja. Harus ada dari Kemendikbud Ristek, dekan, Ketua PPDS atau kaprodi. Mereka duduk bersama merumuskan definisi yang jelas terkait bully ini kemudian disepakati bersama bully ini seperti apa. Karena saya khawatir kalau kita gunakan terminologi yang sangat luas, ini nanti bisa menimbulkan interpretasi luas dan menghambat proses pendidikan,” tutur dia.
Secara terpisah, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengapresiasi langkah yang dilakukan Kemenkes dengan menerbitkan aturan ini. Namun, dia memastikan dalam pendidikan keperawatan, belum ada kasus perundungan.
“Bagus, kita apresiasi. Walaupun tidak terjadi perundungan untuk mahasiswa keperawatan,” ujar Harif.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
(AZF)
Sentimen: positif (66.7%)