Sentimen
Positif (100%)
19 Jul 2023 : 14.18
Informasi Tambahan

Agama: Islam, Hindu

Kab/Kota: Gunung, Mataram

Tokoh Terkait

Malam 1 Suro: Sejarah, Pengertian, dan Tradisi Orang Jawa

19 Jul 2023 : 21.18 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Malam 1 Suro: Sejarah, Pengertian, dan Tradisi Orang Jawa

PIKIRAN RAKYAT - Malam 1 Suro jatuh pada Rabu 19 Juli 2023. Bagi masyarakat yang percaya, malam 1 Suro menjadi hal yang sakral.

Pasalnya, masyarakat Jawa memandang bulan Suro sama istimewanya dengan bulan Muharram dalam Islam ketika amal kebaikan harus ditingkatkan.

Saat Malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).

Sejarah Malam 1 Suro

Baca Juga: Macam-macam Perayaan Tradisi Malam 1 Suro di Berbagai Daerah, Ada Kirab Pusaka dan Ritual Samas

Penetapan 1 Suro atau tahun baru Jawa sudah ditetapkan sejak zaman Kerajaan Mataram. Kala itu yang menjadi raja adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo 1613-1645.

Sultan Agung saat itu mengadakan pesta besar-besaran. Di pesta itu, Sultan Agung juga menetapkan Tahun Jawa atau tahun Baru Saka yang diberlakukan di bumi Mataram.

Sejak saat itulah, Tahun Baru Jawa dibuat. Penetapan Tahun Baru Jawa itu berdasarkan hasil campuran kalender Hijriah, kalender Jawa, dan penanggalan Hindu.

Baca Juga: Hijrah, Peristiwa yang Melatarbelakangi Penghitungan Tahun Hijriah

Tidak hanya sampai di situ, kalender Jawa memiliki dua sistem perhitungan yakni mingguan sebanyak 7 hari, dan pasaran sebanyak 5 hari.

Sementara itu, siklus kalender Jawa menggunakan sistem windu (8 tahun) sehingga pada tahun ke 8 Jawa, jatuhnya tanggal 1 Suro berselisih satu hari.

Bagi masyarakat Jawa yang mengenal pasaran, malam 1 Suro yang jatuh pada Jumat Legi dipandang sebagai keramat dan suci.

Tradisi Malam 1 Suro

Berikut 12 tradisi Suran yang banyak dilakukan masyarakat Jawa menurut Harmanto, (2000):

1. Wungon, lek-lekan atau begadang sepanjang malam

2. Andon Lampah, berjalan-jalan ke tempat-tempat sepi, mengunjungi tempat tempat peninggalan, gunung, telaga, pantai, pesisir, laut, jeram, kedhung, gua, dan lainnya.

3. Renungan, secara kelompok atau individual merenungkan tentang apa yang telah dijalani dan yang direncanakan dengan cara merenung, bersemadi, berdiam diri, berhening diri, dan lainnya.

4. Larungan, memasang sesaji di tempat-tempat sakral seperti puncak gunung, pantai, laut, telaga, gua, petilasan, dan lainnya.

5. Tirakatan, gladi menahan diri, mengendalikan diri, sesirih, dan lainnya.

6. Slametan, kenduri, wilujengan, menggelar sedekah selamatan yang biasanya dilakukan pada tanggal delapan atau pada hari Jumat di bulan tersebut.

7. Kidungan, mengkaji wewarah atau petunjuk, wiridan, kajian serat/primbon tentang keselamatan.

8. Bawarasa, sarasehan, temu rasa, menukar wawasan, dan lainnya.

9. Sesuci, membersihkan diri, mandi jamas, membersihkan pusaka leluhur, membersihkan lingkungan, membersihkan lingkungan, jamasan pusaka dan wesi aji, dan lainnya.

10. Sujarahan, ziarah ke makam leluhur.

11. Pagelaran, tontonan bermuatan tuntunan seperti wayang kulit, wayang golek, rebana, dan lainnya.

12. Siaga diri, kirab pusaka, kirab perangkat keselamatan, dan lainnya.***

Sentimen: positif (100%)