RI Butuh Rp 4.000 T Atasi Malapetaka Iklim, Duit dari Mana?
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah perjuangan Indonesia menjadi negara maju, ternyata ada tantangan besar yang tidak bisa dianggap remeh. Tantangan ini adalah perubahan iklim yang berisiko menjadi malapetaka baru karena dapat menekan perekonomian dan kehidupan masyarakat.
Untuk menekan risiko perubahan iklim, termasuk menurunkan emisi karbon, dibutuhkan tenaga dan dana yang besar. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Nationally Determined Contribution (NDC).
Namun untuk mengejar target pengurangan emisi tersebut, rupanya membutuhkan dana yang cukup besar. Dari perhitungan Sri Mulyani, Indonesia setidaknya membutuhkan dana hingga Rp 4000 triliun untuk mengejar target pengurangan Emisi GRK hingga 2030. Jumlah ini lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahunan.
"Butuh Rp 4000 triliun, APBN kita 1 tahun Rp 3000 triliun. Jadi Rp 4000 triliun lebih besar dari 1 tahun APBN untuk biaya ini hingga 2030," ujarnya dalam acara "11 Tahun Indonesia EBTKE Conex", di ICE BSD, dikutip Jumat (14/7/2023).
Sebagai catatan, pada 2021, perkiraan anggaran ini masih berada di kisaran Rp 3.461 triliun. Bisa dipahami, nilainya terus meningkat seiring dengan penyesuaian besaran kurs hingga perkembangan di lapangan.
Oleh sebab itu, menurut bendahara negara ini tidak mungkin kebutuhan dana sebesar itu hanya berasal dari APBN saja. Namun juga diperlukan dukungan dari berbagai pihak misalnya sektor swasta.
"APBN mungkin hanya sekitar 10% tidak sampai 20% hanya 10%," paparnya.
Meski demikian, Sri Mulyani menuturkan APBN dapat memberikan leverage melalui berbagai insentif seperti insentif pembiayaan inovatif. Kemudian bagaimana cara menarik lebih banyak investor untuk masuk ke proyek-proyek energi hijau dan industri hijau.Adapun, insentif yang diberikan pemerintah adalah instrumen tax holiday, tax allowance, fasilitas pembebasan PPN, bea masuk serta PBB.
Tahun lalu, Indonesia telah mengumumkan bahwa target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 untuk kemudian mecapai zero emissions pada tahun 2060.
Sumber Pembiayaan
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu sebelumnya menyampaikan grand strategy dalam country platform of energy transition mencakup pendanaan transisi energi dengan skema blended finance dan peta jalan untuk pengembangan fasilitas pengurangan karbon dan energi bersih.
"Pemerintah telah melakukan berbagai persiapan termasuk penyelarasan berbagai kebijakan seperti skema pembiayaan, penerapan kebijakan carbon pricing, serta penglolaan blended finance. Country platform yang telah disusun juga mendapatkan apresiasi dan dukungan dari stakeholder terkait, serta mendapatkan masukan untuk penajaman peran dan harmonisasi antar kebijakan." ujar Febrio, dikutip Jumat (14/7/2023).
Febrio juga menyatakan anggaran penanganan perubahan iklim dalam lima tahun terakhir mencapai Rp89,6 triliun per tahun, sekitar 34% dari kebutuhan pendanaan tahunan sebesar Rp266,2 triliun.
Pemerintah juga mendorong investasi pihak swasta untuk mencapai target NDC. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi bersyarat sebesar 41%, malalui dengan dukungan internasional, mengingat bahwa perubahan iklim merupakan kepentingan global, maka komitmen negara-negara maju sangat diperlukan.
Lebih lanjut, Pemerintah juga akan melakukan pemanfaatan Carbon Pricing Scheme (NEK) dapat dilakukan melalui carbon trading, carbon offset, performance-based payments (pembayaran berbasis hasil), dan pungutan atas karbon.
Sejalan dengan penerapan perdagangan karbon, pemerintah juga akan menjalankan mekanisme pajak karbon tahun ini, dengan menargetkan pembangkit listrik tenaga batu bara. Penerapan pajak karbon sendiri bertujuan untuk mengubah perilaku, mendukung strategi pengurangan emisi, mendorong inovasi dan investasi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan, keterjangkauan, dan penerapan secara bertahap.
[-]
-
Awal Tahun! Setoran Moncer, APBN Surplus Rp90,8 T(haa/haa)
Sentimen: positif (94.1%)