Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Al Azhar Indonesia, Indonesia Political Review, Populi Center
HEADLINE: Menanti Arah Dukungan Partai Non-Parlemen di Pilpres 2024, Prediksinya?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pilpres 2024, sejumlah partai nonparlemen telah bersiap ikut bertarung dalam kontestasi lima tahunan ini. Sejumlah parpol di antaranya telah melabuhkan dukungan kepada para kandidat capres 2024.
Sementara ini, ada tiga parpol nonparlemen yang telah menyatakan dukungannya kepada Ganjar Pranowo. Mereka adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hanura, dan Partai Perindo. Sedangkan Partai Bulan Bintang (PBB) diprediksi akan bergabung dengan Gerindra dan PKB untuk menyokong Prabowo Subianto sebagai capres 2024. Sementara Anies Baswedan masih disokong oleh partai parlemen, yaitu Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat.
Menurut Peneliti Senior Populi Center, Usep S Ahyar, dukungan partai nonparlemen pada Pilpres 2024 akan sangat diperlukan. Sikap simbiosis mutualisme dianggapnya menjadi perekat dalam dukungan tersebut.
"Saya kira partai-partai non parlemen punya kursi juga di DPRD, di daerah daerah yang jumlahnya lumayan banyak. Jadi memang itu saling membutuhkan sebenarnya di antara keduanya." kata dia kepada Liputan6.com, Senin (10/7/2023).
"Jadi partai-partai non parlemen itu juga butuh mendapatkan efek ekor jas dari capres-capres. Di satu sisi capres itu juga berkepentingan terutama di daerah, karena mereka punya kaki yang memang lumayan banyak," Usep mengimbuhkan.
Meski parpol nonparlemen itu sudah menyatakan dukungan kepada capres tertentu, namun koalisi di Pilpres masih berlangsung dinamis. Perubahan komposisi koalisi pun masih memungkinkan terjadi. Menurut Usep, parpol-parpol kecil ini tentu akan memperhitungkan sisi untung rugi jika ingin mencabut dukungan yang sudah diberikan.
Saat ini, capres yang ada belum juga mengumumkan nama cawapres yang akan menjadi pendampingnya. Parpol parpol nonparlemen ini juga berharap nama cawapres dari capres yang diusungnya, dapat memberikan suara signifikan.
"Apakah figur figur itu itu dianggap dipersepsikan satu misi nggak dengan partai, karena kalau tidak, itu menjadi bumerang justru. Bukan menambah suara, tapi akan menjadi bencana" ujar dia.
"Harus dihitung betul oleh partai-partai yang sedang membangun atau mencari tambahan suara dari sebelumnya, karena mereka itu juga pasti menginginkan untuk masuk di parlemen ya," Usep menambahkan.
Namun juga, parpol-parpol gurem itu juga akan mendapatkan persoalan dari konstituennya jika menjatuhkan pilihan Capres yang tidak sesuai dengan platform partai. Karenanya, soal dukungan dalam Pilpres nanti menjadi perhatian serius dari para elite.
"Jika partai-partai itu mendukung misalnya antitesa dari yang selama ini didukung, juga kadang-kadang menjadi masalah di konstituennya. Itu pasti hati-hati dalam hal menentukan ke mana arah dukungan mereka," ujarnya.
Menurut Usep, parpol tidak dapat mengabaikan aspirasi pendukungnya di daerah. Jika elite lebih mementingkan kepentingan tingkat atas tanpa mendengar aspirasi grass root-nya, akan memberikan dampak tak baik bagi perjalanan parpol tersebut.
"Partai-partai itu tidak bisa mengabaikan aspirasi seperti itu, misalnya ditentukan hanya oleh elitnya saja, itu banyak yang melakukan seperti itu dan ternyata memang suaranya hancur di lapangan, terbukti gitu," ucap Usep.
Untuk itu, sikap kehati-hatian dalam menjatuhkan pilihan dukungan di Pilpres terus dikedepakan oleh para elite parpol nonparlemen. Kendati hitungan untung rugi dukungan itu bisa berubah dalam proses dialog antarelite koalisi.
"Itu kan yang mungkin harus menurut saya harus dihitung oleh partai-partai ketika mau memutuskan sesuatu. Sebenarnya konsesi politik bisa saja berubah ketika misaltawarannya cawapres lalu kemudian tidak dipilih capresnya. Kan bisa melakukan konsesi politik yang lain, tidak sekadar cawapres, tapi juga ada jabatan politik di negeri ini, pasti banyak. Dan saya kira itu juga kan konsesi politik, macam-macam," jelas dia.
Usep juga menyoroti Partai Umat yang menjatuhkan pilihannya mendukung Anies Baswedan sebagai capres 2024. Menurutnya, langkah partai besutan Amien Rais itu sesuai dengan karakter yang sudah dibangun.
"Jualan ya itu kan hampir mirip ya dengan Pak Anies walaupun mungkin banyak punya kesamaan yang dipersepsikan oleh publik, misalnya politik identitas, karena kalau yang lain, sebenarnya tidak punya pilihan lain, walaupun sudah terkunci misalnya Partai Umat itu," kata dia.
Dan jika seandainya Anies Baswedan gagal dicalonkan sebagai capres, Usep memprediksi partai-partai yang bubar jalan itu akan berlabuh di koalisi dengan platform yang sama.
"Tapi misalnya tidak jadi dicalonkan atau tidak cukup tiketnya untuk dicalonkan, kira-kira di kontestasi itu biasanya bergabung pada koalisi yang mempunyai kesamaan secara platform," dia menandaskan
Langkah sejumlah partai nonparpol yang menyatakan dukungannya kepada Ganjar Pranowo berdiri di atas ragam alasan. Seperti PSI dan Hanura, kedua partai ini menyatakan dukungannya ke Ganjar Pranowo lantaran dianggap sesuai dengan pilihan Jokowi.
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, alasan yang diungkapkan parpol tersebut merupakan hal yang lumrah. Meski hingga saat ini, sikap politik Jokowi terkait Pilpres 2024 masih belum diketahui secara pasti.
"Kita tidak tahu Jokowi ke mana, apakah main dua kaki atau seperti apa. Kalau misalkan OSO mengklaim bahwa itu (sesuai) dukungan Jokowi, ya belum tentu juga, karena itu kan haknya Hanura untuk dukung siapa pun termasuk Ganjar. Jadi saya melihatnya dalam konteks klaim mengklaim adalah hal yang biasa, normal," ujar dia.
"Tetapi dalam konteks Jokowi kemana (arah Pilpres), kan belum jelas juga arahnya ke mana, bisa ke Ganjar atau Prabowo, atau main di dua kaki. Jadi saya melihatnya soal dukungan partai non parlemen ya tergantung mereka," dia menambahkan.
Ujang menilai Jokowi akan mencari terkait dukungannya dalam Pilpres 2024 nanti. Menurutnya, saat ini Jokowi membagi dua hati yaitu ke Ganjar dan Prabowo.
"Agar tidak terbaca, lebih baik main dua kaki cari aman. Dari pada dukung Ganjar kalah kan repot, jadi kelihatannya Jokowi cari aman dalam konteks itu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.
Ujang mengungkapkan, tujuan parpol nonparlemen mendukung kandidat ialah agar mendapatkan efek ekor jas atas capres yang didukung Jokowi. Meski demikian, kata dia, hingga saat ini para relawan Jokowi juga masih belum menentukan sikapnya terkait Pilpres 2024.
"Mungkin saja ingin dapat efek ekor jas Jokowi. Karena kalau melihat relawan Projo kan berbanding terbalik bahwa relawan Projo ini kan menunggu arahan Jokowi dan belum menentukan siapa siapa gitu kan. Ingin mendapatkan efek ekor jas bisa saja, atau ingin mendapatkan dukungan di Pileg dan Pilpres mungkin mungkin saja," ujar dia,
Menurut Ujang, dukungan parpol kecil juga penting dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Meski jumlahnya tidak terlalu signifikan, suara yang diraih dapat menambah pundi pundi kemenangan.
"Tidak terlalu signifikan, tapi penting karena dalam pilpres satu suara itu kan penting. Partai-partai nonparlemen itu kan punya suara di daerah," ucapnya.
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno meyakini parpol parpol nonparlemen tersebut akan terus mendukung pilihannya hingga proses pemilihan selesai. Hal itu sebagai bentuk sikap politik dalam kontestasi 2024.
"Saya kira pastinya begitu, ke depan sampai pendaftaran ke KPU akan bermunculan partai partai politik non parlemen terutama partai politik yang baru dinyatakan lolos seleksi administrasi dan verifikasi faktual, dan pertama kali ikut pemilu 2024 akan segera mengumumkan sikap politiknya untuk berkoalisi dengan poros koalisi yang ada. Itu pasti dan tidak bisa terbantahkan," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (10/7/2023).
Parpol parpol tersebut, dia menambahkan, ingin mendapatkan momentum politik dengan mengusung capres tertentu. Selain itu tentunya juga ingin bisa dipastikan bahwa siapa pun nantinya yang mereka usung berharap menang.
"Sehingga mereka juga bisa menikmati kue kekuasaan dan menikmati kemenangan politik," katanya.
Dan pada waktu yang bersamaan, Adi melanjutkan, capres yang ingin maju 2024 pastinya memerlukan dukungan dari parpol parpol baru itu. Sebab dalam rezim demokrasi langsung, one man one vote, presiden dipilih langsung oleh rakyat, sekecil apapun dukungan parpol termasuk dari parpol baru nonparlemen itu sangat penting.
"Tidak mungkin ada angka 10 tanpa ada angka satu. tidak mungkin ada angka 100 tanpa ada angka satu, karenanya satu orang itu tetaplah berarti sebagai bentuk dukungan politik pemilihan presiden secara langsung," dia menandaskan.
Sentimen: positif (100%)