Sentimen
Negatif (50%)
3 Jul 2023 : 00.23
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Mataram

Nunggak Utang BLBI 700 Miliar, Tutut Hilang dari CMNP, Muncul Jusuf Hamka Tagih Utang Pemerintah

Keuangan News Keuangan News Jenis Media: Nasional

3 Jul 2023 : 00.23
Nunggak Utang BLBI 700 Miliar, Tutut Hilang dari CMNP, Muncul Jusuf Hamka Tagih Utang Pemerintah

KNews.id – Raja jalan tol Indonesia, Jusuf Hamka kembali menagih utang negara sebesar Rp 800 miliar.

Jusuf Hamka meminta Kemenkeu  membayar utang tersebut ke PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Di tengah aksi  Jusuf Hamka menagih utang negara itu, mencuat misteri hilangnya nama Siti Hardijanti Rukmana (SHR) alias Tutut Soeharto, sebagai pemilik saham CMNP.

 

Padahal hingga saat ini perusahaan milik Tutut Soeharto ( di luar CMNP ) menunggak utang BLBI sebesar Rp 700 miliar. Tutut Soeharto maupun keluarganya merupakan pendiri dan pemilik CMNP. Sosok Keluarga Cendana terakhir yang menduduki posisi direksi CMNP adalah Danty Indriastuty Purnamasari, anak Tutut Soeharto yang sempat menjabat Presiden Direktur CMNP hingga 2016. Tutut Soeharto juga tercatat sempat menjabat komisaris perusahaan, hingga kemudian ia mundur pada tahun 2003.

Selain tak lagi tercantum di daftar pengurus perusahaan, tak ada nama Tutut Soeharto maupun anggota Keluarga Cendana lainnya di daftar pemegang saham CMNP saat ini. PT Citra Lamtoro Gung Persada atau Grup Citra yang merupakan perusahaan milik Tutut juga kemudian tak lagi terdaftar sebagai pemegang saham setelah dijual ke pihak lain.

 

Sementara apabila merujuk putusan pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugutan deposito CMNP atas negara, putusan tersebut diketok hakim pada 15 Januari 2010. Belakangan setelah tak lagi menjabat sebagai pengurus maupun pemegang saham, sosok Tutut Soeharto maupun Keluarga Cendana perlahan seakan hilang di CMNP. Dikutip dari Kompas.com, sosok sentral di perusahaan tersebut kemudian beralih ke Jusuf Hamka.

Mengutip data yang bisa dilihat di profil perusahaan tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI), pemilik saham mayoritas di CMNP bukanlah keluarga Jusuf Hamka, melainkan perusahaan asal Singapura, BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch. Perusahaan investasi tersebut memegang kepemilikan saham di CMNP sebesar 58,95 persen alias menjadi pengendali saham di perusahaan jalan tol swasta tersebut.

Lantaran merupakan perusahaan yang terdaftar di negara surga pajak, sulit menelusuri siapa di balik pemegang saham mayoritas CMNP atau pemilik dari investasi di BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch. Asal tahu saja, reputasi PNB Paribas sendiri selama ini dikenal negatif karena kerap kali bisnisnya dikaitkan dengan praktik pencucian uang, terutama di berbagai negara surga pajak. Bank yang bermarkas di Perancis ini juga sering digugat dan didenda di berbagai negara karena melanggar regulasi anti-pencucian uang.

 

Mengutip laman resmi US Departement of Justice (Departemen Kehakiman Amerika Serikat), BPN Paribas pernah mengaku bersalah dan diharuskan membayar denda sebesar 8,9 miliar dollar AS atau setara Rp 133,5 triliun (kurs Rp 15.000). Denda tersebut dijatuhkan pemerintah Amerika Serikat karena bank tersebut dianggap mengelola transaksi keuangan ilegal di negara-negara yang terkena sanksi ekonomi dari Paman Sam. Sementara dikutip dari Reuters, otoritas pengawas keuangan perbankan di Perancis (French Prudential Supervision and Resolution Authority) juga pernah menjatuhkan denda pada BNP Paribas sebesar 10 juta Euro atau Rp 164,26 miliar karena dianggap melanggar aturan anti-pencucian uang.

Berikutnya media Perancis, RFI juga pernah menulis artikel terkait dugaan pencucian uang dari keluarga Bongo asal Gabon. Di mana keluarga mantan penguasa Gabon yang terkenal korup itu diduga membeli banyak properti di Perancis melalui investasi di BNP Paribas. Kemunculan Jusuf Hamka di CMNP sendiri mulai sering muncul dalam pemberitaan media sebagai salah satu pengusaha jalan tol sejak masuk ke CMNP pada tahun 2012.

Masih merujuk pada data Bursa Efek Indonesia, kepemilikan secara langsung Keluarga Jusuf Hamka di CMNP sejatinya hanya sebesar 9,35 persen. Saham Keluarga Jusuf Hamka terlacak dari Fitria Yusuf yang merupakan putri Jusuf Hamka yang memegang saham sebesar 4,42 persen. Berikutnya adalah Feisal Hamka yang juga merupakan anak Jusuf Hamka sebesar 4,93 persen. Tidak ada nama Jusuf Hamka dalam jajaran pemegang saham langsung. Selain itu, tidak ada pula kepemilikan saham langsung di CMNP dari Tutut Soeharto maupun kerabatnya dari Keluarga Cendana.

Jusuf Hamka sendiri dalam beberapa kesempatan menyebut kalau dirinya adalah beneficial owner di CMNP. Istilah beneficial owner merujuk pada seseorang dengan kepemilikan saham minoritas, namun bisa ikut menjadi pengendali perusahaan, tentunya dengan persetujuan dari pengendali saham atau pemegang mayoritas saham. Di Indonesia, selain dikenal sebagai konglomerat pemilik jalan sejak masuk ke CMNP, sosok Jusuf Hamka juga populer karena kegiatan sosialnya aktif dibagikan di media sosial seperti membangun banyak masjid, bersedekah, hingga berjualan nasi kuning di pinggir jalan.

Sementara itu dikutip dari laporan Kontan, sebelum masuknya investasi dari BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch, saham CMNP sempat beberapa kali berpindah tangan oleh beberapa perusahaan yang terdaftar di Singapura lainnya, salah satunya yakni Merah Putih Limited pada akhir 2013 lalu. Kala itu, Merah Putih menggenggam 25,27 persen saham CMNP. Kemudian, UBS AG Singapore R/A Reckson Limited sebesar 22,29 persen, dan Emierates Tarian Global Ventures SPC 9,09 persen. Adapun, 43,35 persen milik publik. Indrawan Sumantri, Direktur Keuangan CMNP pada 2013, mengaku tidak tahu menahu terkait identitas Merah Putih.

Menurut laporan yang ditulis Kontan pada 16 Desember 2013, Merah Putih yang tercatat di Singapura ini ditenggarai dimiliki oleh Keluarga Cendana. “Wah, saya tidak tahu, kami tidak dapat informasi tentang hal itu,” ujar Indrawan kala itu. Di tahun 2013 pula, Direktur Utama CMNP tercatat masih dipegang putri Tutut Soeharto, yakni Danty Indriastuty Purnamasari.

Kronologi kasus CMNP Merunut ke belakang, utang tersebut bermula saat CMNP menyimpan uangnya dalam bentuk deposito di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama saat Presiden Soeharto masih berkuasa, di mana bank tersebut dimiliki juga oleh Tutut Soeharto. Bank tersebut kemudian ikut terimbas krisis moneter 1998 dan akhirnya mendapatkan suntikan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari pemerintah. Aliran dana BLBI dari negara itu kemudian sebagian dipakai untuk membayar para pemegang simpanan di bank tersebut. Namun pembayaran untuk CMNP, pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), menolak membayarnya.

Alasannya, menurut BPPN, perusahaan jalan tol itu kepemilikan sahamnya masih terafiliasi dengan Keluarga Cendana. Sementara menurut klaim Jusuf Hamka, CMNP kala itu sudah berstatus perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga alasan pemerintah enggan membayar deposito milik CMNP di Bank Yama tidak bisa diterima. Hingga kemudian Bank Yama dilikuidasi pemerintah, CMNP tetap tidak bisa menarik depositonya di bank tersebut. Jusuf Hamka tak menyerah, pengusaha yang akrab disapa Babah Alun itu pun menempuh upaya hukum menagih pembayaran deposito tersebut hingga ke MA. Tutut Soeharto merupakan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengatakan bahwa utang BLBI Tutut lebih kurang Rp 700 miliar.

Utang Tutut Soeharto kepada negara berasal dari PT Citra Mataram Satriamarga sebesar Rp 191,61 miliar. Utang ini belum pernah diangsur sama sekali. Lalu, utang juga berasal dari PT Marga Nurindo Bhakti senilai Rp 471,47 miliar. Utang ini pernah diangsur sekitar Rp 1,09 miliar. Pengurusan utang juga didaftarkan di KPKNL Jakarta V pada 2010, dimana pengurusan terakhir berupa laporan pemberitahuan surat paksa.

Terakhir, utang berasal dari PT Citra Bhakti Margatama Persada sebesar Rp 14,79 miliar dan US$ 6,51 juta. Pengurusan utang didaftarkan di KPKNL Jakarta V pada 2010 dengan pengurusan terakhir berupa laporan pemberitahuan surat paksa. (Zs/Trbn)

 

 

 

Sentimen: negatif (50%)