Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Ayam
Kab/Kota: Tangerang, Kemayoran, Duren Sawit, Pondok Kelapa, Sumur Batu
Tokoh Terkait
Penggal 3 Nol Rupiah di Daftar Menu, Ini Alasan Pemilik Toko!
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia yang memiliki usaha atau bisnis sudah lebih dulu memangkas angka dalam rupiah, tanpa menanti kebijakan redenominasi pemerintah.
Mulanya, nominal rupiah tanpa embel-embel ribuan atau 000 ini kerap digunakan toko-toko makanan dan minuman skala besar atau yang merupakan waralaba internasional di mal hingga bandara.
Namun, kini sudah merebak hingga pedagang kelas UMKM yang omzetnya di bawah Rp 50 miliar per tahun. Mereka juga sudah menghilangkan tiga digit nol di daftar harga menunya.
Sejumlah toko tersebut, yang CNBC Indonesia kunjungi, kebanyakan menggunakan simbol K atau kilo (chilioi dalam bahasa Yunani). Huruf K itu menjadi pengganti untuk kata "ribu".
Para pengelola toko ini rata-rata tidak tahu soal rencana redenominasi yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024
Agung, pengusaha Ayam Penyet "Manjur" salah satunya. Meski sudah menghapus 000 dalam daftar menunya, pedagang di Jl. Kertamukti, Ciputat Timur, Tangerang Selatan itu mengaku belum pernah mendengar istilah redenominasi.
"Redenominasi? enggak tahu tuh," kata Agung saat ditemui di tempat usahanya.
Begitu juga dengan Juliana Yusuf, Manager Crispy Chop Steak House di kawasan Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. Ia mengatakan, pernah mendengar istilah redenominasi, namun belum paham arti dan fungsinya.
"Belum begitu tahu sih, pernah dengar saja," ucap Juliana.
Lain halnya dengan Windy Dewi, Pemilik Takochan Takoyaki yang berlokasi di Jalan Haji Naman, Pertigaan Antara, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur. Ia mengaku pernah dengar dan tahu redenominasi.
Tapi, Windy menegaskan, langkah itu bukan karena ia memahami rencana kebijakan redenominasi pemerintah, melainkan karena penggunaan mata uang rupiah tanpa 000 lebih sederhana dan terlihat efisien di mata konsumen.
"Biar simpel saja, sama biar terlihat efisien bagi konsumen karena nol nya hilang," ujar Windy.
Berbeda dengan Juliana dan Agung yang baru membuka usahanya dalam hitungan bulan, Windy telah menjalankan bisnisnya sejak 2017. Pada saat itu pula ia telah menerapkan redenominasi terhadap harga di daftar menunya.
Walaupun ketiganya sama-sama beralasan redenominasi membuat simpel daftar harga, namun saat pembukuan mereka belum menerapkannya. Sebab, takut keliru dalam menghitung uang keluar-masuk karena mata uang yang digunakan saat ini masih berbentuk ribuan.
Mereka juga menegaskan, selama menggunakan redenominasi dalam daftar harga, tidak ada pengalaman buruk dengan konsumen. Para pelanggan sudah langsung paham maksud huruf K atau tanpa 000 di daftar harganya berarti nilainya tetap sesuai nilai tukarnya.
Fenomena redenominasi ini memang sudah muncul menjadi tren meski pemerintah belum resmi memangkas nominal mata uang rupiah, seperti dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, atau Rp 15.000 menjadi Rp 15 tanpa mengubah nilai tukarnya. Padahal, rencana ini muncul sejak 2017.
Kala itu, Bank Indonesia (BI) mengajukan Undang-Undang Redenominasi Rupiah ke parlemen untuk dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Kajian redenominasi pun sudah mereka lakukan sejak 2010.
Tak kunjung terealisasi, pada 2020 Menteri Keuangan Sri Mulyani memunculkan wacana serupa, ia memasukkan RUU Redenominasi sebagai Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 sebagaimana dalam PMK 77/2020.
Namun, saat ditanya terkait proses itu dalam sejumlah kesempatan, Sri Mulyani tak kunjung merespons. Hanya Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu yang menjawab dengan mengatakan bahwa belum ada pembahasan apapun terkait redenominasi.
Tak kunjung terlaksananya redenominasi itu malah kerap kali dijelaskan Gubernur BI Perry Warjiyo. Ia mengatakan, dari tiga faktor penentu pelaksanaan redenominasi, yaitu kondisi makro ekonomi yang stabil, stabilitas sistem keuangan dan moneter yang stabil, serta kondisi sosial dan politik yang kondusif, masih ada yang belum tercapai.
"Sekarang masih spillover rambatan dari global masih berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan kita. Juga kan (perekonomian domestik) bagus stabil, tapi dari global kan masih ada," katanya.
[-]
-
RI Tidak Boleh Sembarangan Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, Kenapa?(mij/mij)
Sentimen: positif (99.2%)