Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Idul Adha 1441 Hijriah
Kab/Kota: Bangka, Yogyakarta
Tokoh Terkait
Sejarah Gedung Agung Yogyakarta, Lokasi Salat Idul Adha Jokowi
Detik.com Jenis Media: News
Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi lokasi salat Idul Adha Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun ini. Jokowi dan keluarganya melaksanakan salat Idul Adha 1444 Hijriah di halaman Istana Kepresidenan Yogyakarta (Gedung Agung) bersama masyarakat.
Berlokasi di ujung selatan Jalan Akhmad Yani (yang dahulu Jalan Malioboro), Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Gedung Agung Yogyakarta ini memiliki sejarahnya tersendiri. Seperti apa sejarah Gedung Agung Yogyakarta? Simak ulasannya berikut ini:
Mengutip dari situs resmi Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) RI, sejarah Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta bermula dari rumah kediaman resmi seorang Residen (Gubernur) ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Dia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas pembangunan Gedung Agung ini.
Gedung Agung Yogyakarta itu didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda, dengan arsiteknya bernama A Payen. Dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponegoro pada 1825-1830, yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung tersebut tertunda. Pembangunan kembali Gedung Agung Yogyakarta dilanjutkan setelah perang itu usai, yakni pada tahun 1832.
Kemudian pada 10 Juni 1867, di Yogyakarta, terjadi musibah gempa bumi dua kali pada hari yang sama. Salah satu akibatnya, tempat kediaman resmi Residen Belanda itu runtuh dan ambruk. Bangunan baru pun lantas didirikan dan selesai pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai Keresidenan ditingkatkan menjadi Provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi Residen, melainkan Gubernur. Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 menjadi kediaman para Gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang.
Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut yaitu J.E. Jasper (1926-1927), P.R.W. van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M.de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-940), serta L. Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, gedung itu menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Riwayat Gedung Agung menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia. Istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan, rumah kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya.
Sementara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan keluarganya kala itu tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas, yang tidak jauh dari kompleks Istana. Di istana itu juga pernah diselenggarakan Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947, diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947, serta lima Kabinet Republik Indonesia.
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur dari segala penjuru udara oleh tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor. Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Berastagi dan Bangka.
Lalu pada 6 Juli 1949, para petinggi Republik Indonesia baru bisa kembali ke Yogyakarta dan Istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, Istana Kepresidenan Yogyakarta tidak lagi menjadi tempat kediaman Presiden.
Melalui sejarah panjang, kini Istana Kepresidenan Yogyakarta yang dikenal juga dengan nama Gedung Agung atau Gedung Negara memiliki fungsi salah satunya, yaitu sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung. Istana ini merupakan salah satu istana dari Istana Kepresidenan lainnya, yang memiliki peranan amat penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan dan kehidupan bangsa Indonesia.
(wia/idn)Sentimen: positif (99.9%)