Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Ekspor Ilegal Bijih Nikel ke China Tak Ditindak, Indikasi Dilindungi Beking Sangat Kuat
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID -- Dugaan ekspor ilegal bijih nikel sebanyak 5 juta metrik ton harus ditindak tegas. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menegaskan, jika KPK tidak mampu menindak, akan terbaca oleh publik bahwa KPK tidak mampu melakukan penindakan karena diduga dilindungi beking yang sangat kuat.
Menurut Yusri, pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang sudah membongkar ekspor ilegal bijih nikel ke China jangan cuma sekadar bicara di media. Akan tetapi, juga harus menindaklanjutinya dengan melakukan penindakah terhadap aktivitas bisnis ilegal tersebut.
Bahkan Informasi ekspor ilegal direspon juga oleh Menko Marinves, Luhut Binsar Panjaitan. Luhut mengatakan kegiatan itu mengandung unsur pidana.
"Berdasarkan keterangan pejabat penting diatas, sudah dapat dipastikan ini pekerjaan mafia tambang, sistemik, terstruktur dan masif," kata Yusri.
Jika tidak ditindaklanjuti, memperkuat indikasi bahwa ekspor ilegal itu diduga dilindungi backing yang sangat kuat. Wajar jika publik akan berspekulasi ada oknum istana yang bermain.
Yusri berharap dari dokumen yang bocor di KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi dari proses rekomendasi ekspor itu wajib ditindaklanjuti serius.
"Ada ratusan triliun uang negara bocor akibat praktik kongkalikong tata kelola tambang, mulai batubara, nikel, bauksit, timah dan lainnya," kata Yusri.
Yusri menjelaskan, untuk ore nikel sejumlah 5 juta metrik ton, dengan asumsi 1 dump truk mampu mengangkut 20 metrik ton, ada 250 ribu dump truk membawa nikel ilegal dan tidak terpantau aparat penegak hukum. "Ini aneh," katanya.
Dugaan transaksi gelap ekspor ilegal bijih nikel ke China telah diributkan oleh ekonom Faisal Basri sejak 2021 lalu.
Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyampaikan keganjilan data General Customs Administration of China pada 2020 yang berlawanan dengan catatan ekspor bijih nikel Indonesia.
Menurut Faisal, nilai impor itu mencapai US$193,6 juta, atau sekitar Rp2,8 triliun.
"GCAC pada 2020 mencatat masih ada 3,4 juta ton impor dari Indonesia dengan nilai jauh lebih tinggi dari 2014, yakni US$193,6 juta atau Rp2,8 triliun, lebih tinggi dari 2019," papar Faisal di sebuah diskusi Core Media Discussion: Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan, pada 2021 lalu
Menurut Faisal, pemerintah sebenarnya bisa melacak potensi kebocoran ekspor bijih nikel. Misalnya, hitung total produksi smelter nikel yang ada di Indonesia dan dibandingkan dengan kebutuhan produsen nikel.
Pernyataan Faisal Basri itu telah dibantah oleh BPS yang mengatakan catatan ekspor nikel pada 2020 lalu telah nihil. Catatan nihilnya ekspor sejalan pemberlakuan larangan ekspor komoditas dengan nomor HS 2604. (fajar)
Sentimen: negatif (100%)