Sentimen
Negatif (96%)
23 Okt 2004 : 17.57
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kasus: HAM

Pemerintah Siapkan Dana Riset Sejarah Tragedi 1965

Rilis.id Rilis.id Jenis Media: Nasional

23 Okt 2004 : 17.57
Pemerintah Siapkan Dana Riset Sejarah Tragedi 1965

RILISID, Jakarta — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyediakan dana penelitian bagi siapapun yang ingin menulis sejarah peristiwa 1965-1966.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam konferensi pers terkait pelaksanaan kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023).

"Soal kebenaran sejarahnya itu ilmu, Kemendikbudristek akan memberikan dan menyediakan biaya penelitian bagi siapa saja yang menulis sejarah,” kata Mahfud. 

Mahfud mengaku memahami bahwa hasil riset itu nanti tidak mungkin menjadi satu-satunya kebenaran. Karena, setiap penulis sejarah memiliki orientasinya masing-masing. Dan, biarkan hasil riset itu menjadi naskah akademik. 

"Kita menyediakan dana untuk siapa yang mau menulis sejarah, silakan. Tapi jadi (naskah) akademik, bukan hasilnya itu lalu jadi dasar kebijakan, tak akan pernah ketemu. Sejarah itu akan beda-beda," tutur Mahfud. 

Data terbaru, terdapat 134 eksil dari korban peristiwa 1965-1966. Dua di antaranya akan ikut dalam kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial di Rumah Geudong, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

"Dua, dari Rusia dan Ceko akan ikut datang ke Aceh," kata Mahfud.

Penyelesaian atau penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu jalur non-yudisial itu berupa pemulihan hak-hak korban. Diantaranya, seperti pemberian beasiswa, jaminan kesehatan, rehabilitasi rumah, pelatihan-pelatihan keterampilan dan sebagainya.

Berdasarkan keterangan sejumlah sumber, eksil merupakan korban peristiwa 1965-1966 yang terpaksa berada di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air. Sumber itu menyebutkan bahwa dalam kasus 1965-1966, setelah berhasil merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno, Soeharto melakukan pembersihan besar-besaran, termasuk bagi orang Indonesia di luar negeri yang dilakukan skrining. 

Para WNI di luar negeri diuji loyalitasnya kepada rezim Orde Baru. Mereka yang tidak mau mengakui Soeharto sebagai pemimpin negara yang sah, dituduh sebagai kader PKI atau simpatisan komunis, dan dicabut kewarganegaraannya.

Banyak dari mereka yang sebelumnya merupakan mahasiswa maupun diplomat di luar negeri dicabut paspornya oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) karena tidak mau tunduk pada Soeharto. Mereka pun lantas menjadi eksil yang terkatung-katung di negeri orang tanpa memiliki kewarganegaraan dan harus berpisah dengan sanak saudara di Indonesia. (*)

Sentimen: negatif (96.8%)