Layar Hanoman: Nonton, Nongkrong, Mutualan Lintas Disiplin
Krjogja.com Jenis Media: News
Layar Hanoman hadir tiap Jumat, Sabtu, dan Minggu tiap pekan di Balakosa dengan banyak tema dan program (foto: istimewa)
Krjogja.com - Tidak banyak ruang pemutaran alternatif di Yogyakarta dalam sepuluh tahun terakhir yang konsisten memutarkan film-film sineas muda. Selain siklus lima tahunan (pulang ke kampung halaman setelah menyelesaikan kuliah) menjamurnya bioskop daring menjadi sebab utama. Padahal, ruang alternatif memegang peranan penting dalam pendewasaan film maker muda.
"Untuk offline, yang bisa nongkrong lalu ngobrol tentang film yang baru saja ditonton mulai jarang. Pemutaran alternatif di Yogyakarta jarang konsisten juga, artinya kadang muncul kadang tenggelam. Kami sebisa mungkin ingin konsisten," beber ZZ Mulja Salih, Program Manager Layar Hanoman.
Layar Hanoman tumbuh di bawah naungan Yayasan Sinema Yogyakarta. Program dari yayasan yang menaungi Jogja NETPAC Asian Film Festival (JAFF) itu juga hadir untuk menjawab keterbatasan ruang filmaker memutar karya mereka.
Layar Hanoman hadir tiap Jumat, Sabtu, dan Minggu tiap pekan di Balakosa dengan banyak tema dan program yang cukup menjanjikan bagi para sineas muda Yogyakarta saat ini.
Program yang mereka buka di antararnya Layar Ndowo untuk pemutaran film panjang. Cekak, dengan deretan film pendek, Layar Lawas di mana banyak film legendaris dan penting dari para sineas kawakan. Lalu ada pula layar khusus film mahasiswa tugas akhir agar karya mereka tak sekadar mendekam dalam arsip digital kampus.
"Rencananya juga ada Layar Nusantara untuk film-film dari komunitas atau film maker di luar Jawa. Itu kan bisa memperkaya referensi juga. Untuk saat ini masih kurasi, independen. Ke depan mau open sub, sambung Alicia T.Aprilia Gunawan, Marketing Manager Layar Hanoman," katanya.
Layar Hanoman sudah dihelat sejak pekan lalu di Balakosa mengusung tema "film musik". Beberapa film yang diputar seperti "Tuhan Masukkan Aku ke dalam Skena" karya sutradara Gilang Rabbani, "Y-Rama".
Juga tentang perjalanan singkat Yennu Ariendra (Majelis Lidah Berduri) dalam memporak-porandakan tanda karya sutradara Maria Kilapong, dan "Roda-Roda Nada" Yuda Kurniawan disambut dengan antusiasme tinggi. Penonton datang dari beragam latar belakang, mulai pegiat film, musisi, sampai akademisi.
"Harapan kami Layar Hanoman bisa jadi ruang temu komunitas lintas disiplin. Kami sangat terbuka, kami mau berproses dan melebur dengan semua komunitas. Kami akan sangat terbuka soal itu," tandas Alicia. (Des)
Sentimen: positif (100%)