Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Brand/Merek: Huawei
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Beijing, Washington, Moskow
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
5 Isu Ini Jadi Biang Kerok Panasnya Hubungan AS dengan China
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China makin memanas dari waktu ke waktu. Hal ini menjadi peringatan bagi AS seiring dengan kian kuatnya Beijing menggeser posisi Washington sebagai pemimpin dalam diplomasi internasional.
Untuk meredakannya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berencana akan melakukan perjalanan pertama ke Beijing. Ia akan menjadi seorang diplomat top AS yang mengunjungi China setelah hampir lima tahun hubungan kedua negara ekonomi terbesar di dunia ini menegang.
Berikut adalah beberapa masalah utama yang mempengaruhi hubungan antara China dan AS, seperti dikutip dari AFP, Kamis (15/6/2023)
1. Mata-Mata
AS dan China menghabiskan banyak uang untuk saling mengawasi dan mengamati, dengan kedua belah pihak secara teratur saling menuduh melakukan pelanggaran.
Kunjungan menteri luar negeri AS ke Beijing telah dijadwalkan berlangsung pada Februari tetapi dibatalkan ketika balon pengintai yang dicurigai milik China terlihat di wilayah udara AS.
China membantah balon itu digunakan untuk memata-matai, mencap reaksi Washington sebagai penggunaan kekuatan yang berlebihan. AS sendiri langsung menembak jatuh balon tersebut.
Pekan lalu, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan China telah mengoperasikan unit intelijen di Kuba selama bertahun-tahun dan meningkatkannya pada 2019.
Washington telah berulang kali mengatakan Beijing mewakili ancaman keamanan dunia maya terluas bagi pemerintah AS dan sektor swasta.
AS telah menyerang teknologi yang dikembangkan China dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya raksasa telekomunikasi Huawei mendapat sanksi AS dan beberapa anggota parlemen menyerukan larangan langsung pada TikTok karena khawatir akan keamanan data.
2. Perang Teknologi
Departemen Perdagangan AS telah memblokir lusinan perusahaan China untuk memperoleh teknologi dari Amerika. Sebaliknya, Beijing menuduh Washington berusaha menekan perusahaan teknologi China secara tidak adil dan menggagalkan kebangkitan ekonomi negaranya.
Pada Mei, AS mengecam China karena membatasi penjualan chip dari raksasa Amerika Micron. Ini menjadi langkah terbaru dalam perseteruan antara dua negara pada industri semikonduktor.
Washington tahun lalu juga telah memberlakukan pembatasannya sendiri pada akses China ke chip kelas atas.
3. Taiwan dan Pasifik
Persaingan Beijing dan Washington untuk mendapatkan pengaruh di Pasifik juga telah meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir. China semakin marah dengan upaya AS untuk menggagalkan kekuatannya di kawasan tersebut.
Titik nyala yang paling jelas adalah Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri, yang diklaim China sebagai salah satu wilayahnya dan telah berjanji untuk mengklaimnya kembali suatu hari nanti.
Sementara AS, meski tidak mengakui klaim kedaulatan Taiwan, telah mempertahankan hubungan pertahanan lama dengan Taipei.
Ketegangan memuncak pada Agustus 2022, ketika Ketua DPR AS saat itu Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan. Ini mendorong China untuk memulai latihan militer terbesarnya di sekitar pulau itu. China juga kembali menggelar latihan besar-besaran pada April tahun ini menyusul pertemuan di AS antara pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dan Ketua DPR Kevin McCarthy.
Pasukan China dan Amerika juga memiliki serangkaian pertempuran jarak dekat di perairan Laut China Selatan yang disengketakan. China sendiri mengklaim sepihak hampir seluruh jalur air LCS, mengabaikan keputusan internasional bahwa klaimnya tidak memiliki dasar hukum.
Lebih jauh ke timur, China dan AS berjuang untuk mendapatkan pengaruh atas negara-negara pulau Pasifik. Terbaru, Washington menempa pakta keamanan penting dengan Papua Nugini untuk mendapatkan akses "tanpa hambatan" ke pangkalan militer di sana.
Sementara Beijing menandatangani pakta keamanan rahasia dengan Kepulauan Solomon pada 2022 dan sebuah perusahaan yang didukung negara telah memenangkan kontrak untuk mengembangkan pelabuhan utama di sana.
4. Perang Rusia-Ukraina
China mengklaim sebagai pihak netral dalam perang antara Rusia-Ukraina dan telah berusaha untuk memainkan peran sebagai mediator dalam konflik tersebut. Namun kemitraan strategisnya dengan Rusia, dan penolakannya untuk mengutuk invasi Moskow, telah memicu kecaman dari sekutu Barat Ukraina.
Negara-negara Barat mengkritik proposal yang dikeluarkan oleh Beijing untuk mengakhiri perang pada Februari lalu. Mereka mengatakan bahwa hal itu sebenarnya memungkinkan Moskow untuk menguasai sebagian besar wilayah yang telah direbutnya.
Di bidang ekonomi, China adalah mitra dagang terbesar Rusia, dengan perdagangan antara dua raksasa melonjak pada Mei menjadi US$20,5 miliar sejak invasi, menurut data dari Beijing.
5. Hak Asasi Manusia (HAM)
Pemerintah AS dan anggota parlemen di sejumlah negara Barat lainnya telah menyebut perlakuan China terhadap minoritas Uighur di wilayah barat jauh Xinjiang sebagai genosida. Namun tuduhan tersebut dibantah keras oleh Beijing.
Kelompok HAM mengatakan setidaknya satu juta orang, sebagian besar anggota minoritas Muslim, telah dipenjara di wilayah tersebut dan menghadapi pelanggaran berat dari pemerintah China, termasuk sterilisasi paksa terhadap wanita dan kerja paksa.
China mengatakan sedang menjalankan pusat pelatihan kejuruan yang dirancang untuk melawan ekstremisme.
AS telah berjanji sejak Juni 2022 untuk menegakkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur, yang melarang sebagian besar impor dari Xinjiang. Pengekangan China pada kebebasan berkumpul dan pers di Hong Kong yang semi-otonom juga telah memanaskan hubungan kedua negara tersebut.
[-]
-
Sindir AS, China Blak-blakan soal Perang Rusia-Ukraina
(luc/luc)
Sentimen: negatif (100%)