Sentimen
Netral (66%)
14 Jun 2023 : 13.10
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Yogyakarta

Partai Terkait

Jusuf Hamka dan Kemenkeu Saling Tagih Utang, Luqman Hakim Sindir Sri Mulyani

14 Jun 2023 : 13.10 Views 4

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Jusuf Hamka dan Kemenkeu Saling Tagih Utang, Luqman Hakim Sindir Sri Mulyani

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Luqman Hakim turut mengomentari perdebatan antara Bos Jalan Tol Jusuf Hamka dan Kementerian Keuangan.

Hal itu terkait tagihan utang miliaran rupiah Jusuf Hamka ke perusahaannya dibalas dengan tagihan utang juga oleh Kemenkeu.

Luqman Hakim mengaitkan polemik utang itu dengan kondisi utang Indonesia. Dia menyindir Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang selama ini mengklaim mampu membayar utang ribuan triliunan.

“Kata Jeng Sri, Indonesia mampu bayar hutang yang jumlahnya ribuan triliunan. Harusnya kalau hanya ratusan milyar enteng banget 'kan, Jeng Sri?,” kata Luqman Hakim, dalam unggahannya di Twitter, Rabu, (14/6/2023).

Dia meminta Kemenkeu terus terang saja jika tak mampu bayar utang yang berpotensi hanya akan terus diwariskan kepada anak cucu penerus bangsa.

“Hayo jujur, aslinya kita mampu bayar hutang gak sih, Jeng Sri? Atau nanti hutang-hutang negara diserahkan ke anak cucu kita utk memikulnya? Hem,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Perseteruan antara pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) Jusuf Hamka dengan Kementerian Keuangan soal utang nampaknya sulit menemui titik terang.

Kemenkeu menagih balik utang ratusan miliar ke grup Citra setelah bos jalan tol itu juga menagih ratusan miliar ke negara.

Utang Pemerintah itu disebut Jusuf Hamka berawal dari krisis moneter tahun 1998. Namun karena belum dibayarkan selama 25 tahun lalu, Jusuf Hamka menyebut nilainya bengkak.

Di sisi lain, Kemenkeu menagih atas aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kemenkeu mengklaim masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan di bawah grup Citra.

Belakangan Kemenkeu mengklarifikasi tagihan utang kepada grup Citra yang dimaksud bukan CMNP milik Jusuf Hamka melainkan PT Citra Lamtoro Gung Persada.

CMNP didirikan oleh Tutut pada 1978. Pemerintah mengklaim, pada 1997-1998 CMNP masih terafiliasi dengan Bank Yakin Makmur (Bank Yama), yang pada saat itu diselamatkan oleh pemerintah lewat bail out (dana talangan).

Sedangkan Jusuf Hamka menyebut CMNP sudah tidak lagi dimiliki atau terafiliasi Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto sejak 1997. Hal ini, menurut dia, juga sudah dibuktikan di pengadilan.

Terbaru Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo kembali memberi penjelasan terkait perusahaan kepemilikan Jusuf Hamka.

“Kepemilikan perusahaan bisa berganti. Hubungan individu dengan perusahaan juga bisa berubah. Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Ibu SHR,” kata Prastowo Yustinus dalam keterangannya di Twitter.

Dikatakan, saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontak adalah korporasi dan pemilik/pengurus saat itu yang bertanggung jawab.

“Maka sejak awal kami menghindari penyebutan Jusuf Hamka. Karena saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik/pengurus saat itu yang bertanggung jawab. Dokumen-dokumen yang dimiliki BPPN & Kemenkeu membuktikan itu,” tuturnya.

Tak hanya itu kata dia, Putri Mantan Presiden Soeharto, Siti Hardianti Rukmana (SHR) atau Tutut sebagai Komisaris Utama PT CMNP kala itu.

Tutut disebut memiliki saham CMNP di PT Citra Lamtoro Gung. Begitu pun di Bank Yama (Yakin Makmur) sebagai pemegang saham pengendali.

Tiga perusahaan itu kata Prastowo memiliki utang bank.

“PT CMNP pada waktu itu Komutnya Ibu Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut). Beliau juga memiliki saham CMNP melalui PT Citra Lamtoro Gung. Selain itu, Mbak Tutut adalah pemegang saham pengendali Bank Yama. Ada 3 entitas milik beliau yg mempunyai utang ke sindikasi bank,” tuturnya.

Dijelaskan, Bank Sindikasi mendapat kucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk sebagai Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Bank Yama juga menerima BLBI dengan masuk sebagai BPPN dan menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).

“Bank sindikasi ini mendapat kucuran BLBI dan masuk BPPN. Bank Yama juga menerima BLBI, menjadi pasien BPPN dan menjadi BBKU. Ibu Tutut sebagai penanggung jawab Bank Yama menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh Surat Keterangan Lunas tahun 2003,” tuturnya.

Lebih jauh dikatakan, Tutut merupakan Komisaris Utama atau Direktur Utama PT CMNP pada 1987-1999 saat pemerintah mengucurkan BLBI begitu pun dengan Bank Yama.

“Berdasarkan data resmi di Ditjen AHU, Ibu SHR/Mbak Tutut adalah komisaris utama atau direktur utama PT CMNP, kurun 1987 hingga 1999. Persis saat pemerintah mengucurkan BLBI. Ibu SHR/Mbak Tutut jg komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban di BPPN,” kata pria kelahiran Yogyakarta ini.

Dia membeberkan keterlibatan Putri Tutut Soeharto dalam CMNP.

Dikatakan, anak Tutut, Danty Indriastuty meneruskan ibunya sebagai komisaris di CMNP sejak tahun 2001.

Kembali ditegaskan, ada tiga entitas milik Tutuk memiliki utang terhadap bank-bank yang disehatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Inilah yang ditagih hingga saat ini.

“Keterlibatan keluarga Ibu SHR berlanjut, diteruskan anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di CMNP, sejak tahun 2001. Pada waktu itu diketahui terdapat 3 entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yg ditagih hingga kini,” kata Prastowo Yustinus.

BPPN kata dia tidak mau membayar deposito CMNP karena ada afiliasi dengan Tutut sebagai Direktur Utama PT CMNP sekaligus Komisaris Utama Bank Yama (Yakin Makmur).

“Di sini sengketa dimulai. BPPN tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Ibu SHR/Mbak Tutut sebagai Dirut PT CMNP sekaligus Komut Bank Yama (yang dimiliki 26%), sehingga tidak sesuai dengan KMK 179/2000 tentang penjaminan,” jelas Alumni STAN ini.

Atas hal tersebut, Prastowo menjelaskan PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA tahun 2010.

“Pertimbangan hakim, meski bukti-bukti sesuai hukum/aturan, namun keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Ibu SHR). Demikian duduk perkara sengketa,” tuturnya.

Dia pun melampirkan Putusan Mahkamah Agung. “Negara, yang telah mengucurkan dana untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tidak punya kontrak dengan pihak tsb, justru dihukum membayar deposito dan giro, ditambah denda. Tentu kita hormati putusan pengadilan,” tandasnya. (selfi/fajar)

Sentimen: netral (66.6%)