Sentimen
Negatif (78%)
29 Nov 2022 : 12.02

RAPBD DKI Bengkak Rp1,2 Triliun, FITRA: Berpotensi Jadi Temuan BPK

29 Nov 2022 : 12.02 Views 1

Suara.com Suara.com Jenis Media: News

RAPBD DKI Bengkak Rp1,2 Triliun, FITRA: Berpotensi Jadi Temuan BPK

Suara.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut pembengkakan angka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jakarta merupakan suatu hal yang tidak boleh dianggap enteng karena memiliki potensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebelumnya, RAPBD DKI Jakarta untuk tahun 2023 telah disepakati senilai Rp 83,7 triliun. Angka ini membengkak Rp 1,2 triliun dari besaran pengajuan awal dalam Kebijakan Umum Anggaran - Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebesar Rp 82,5 triliun.

Pembengkakan total RAPBD itu terjadi setelah DPRD DKI bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI melakukan pembahasan KUA-PPAS dalam rapat Komisi dan Badan Anggaran (Banggar). 

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, menyebut pembengkakan APBD ini tidak boleh dianggap enteng. Menurutnya, tidak boleh ada anggaran yang tiba-tiba muncul di tengah pembahasan RAPBD.

Baca Juga: PHR Raih Predikat Baik dalam Penilaian Good Corporate Governance BPKP

"Ini yang nantinya mesti menjadi perhatian Kementerian Dalam Negeri saat melakukan evaluasi terhadap APBD DKI 2023 tersebut sebelum disahkan melalui Perda," ujar Misbah saat dikonfirmasi, Selasa (29/11/2022).

Karena itu, ia meminta Kemendagri mencoret anggaran yang mendadak muncul itu saat melakukan evaluasi terhadap RAPBD 2023 nanti.

"Item-item usulan kegiatan yang tidak ada di RKPD dan KUA-PPA harusnya dicoret karena berpotensi jadi temuan BPK," ucapnya.

"Seharusnya, besaran anggaran yang di KUA-PPAS dijadikan rujukan utama. Sehingga, penambahan anggaran hingga Rp 1,2 triliun tidak mesti terjadi," katanya menambahkan.

Ia pun mencurigai ada unsur politis dalam pembahasan RAPBD yang membengkak Rp 1,2 triliun ini. Seharusnya, proses penganggaran yang menggunakan uang rakyat ini dijalankan dengan metode partisipatif dan teknokratis.

Baca Juga: Prediksi Pengamat Hukum, Pertarungan SPI Unud Makin Seru Terkait Audit BPK

"Apalagi kalau tambahan program/kegiatan yang diusulkan tidak terlalu relevan dengan kebutuhan masyarakat secara langsung," pungkasnya. 

Sentimen: negatif (78%)