Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ramadhan
Hewan: Belut
Kab/Kota: Menteng
Tokoh Terkait
Soeharto, Kamin dan Kamsiri di Jalan Cendana
TVOneNews.com Jenis Media: News
Jakarta, tvOnenews.com-Soeharto sangat lekat dengan Jalan Cendana. Pada satu ruas jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Soeharto mengisi hari harinya sebagai Presiden kedua Republik Indonesia. Alasan Soeharto memilih tinggal di Jalan Cendana dari pada di Istana Merdeka adalah ingin dekat dengan anak anak dan masyarakat. Soeharto sadar meski ia tinggal di luar Istana, kedudukannya membuat ia tetap terbatas dalam bersosialisasi dengan warga di sekitar Jalan Cendana. "Namun, pergaulan anak anak saya pasti lebih bebas daripada kalau mereka tinggal di Istana,” ujar Soeharto.
Pada buku otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, yang ditulis oleh sastrawan Ramadhan KH, Soeharto biasa memulai hari sejak pukul 05:00 WIB. Sebagai tentara, ia merasa bangun pagi adalah hal biasa. setelah sholat subuh, Soeharto akan minum kopi dan membaca koran yang ada di meja. Ia mengaku paling tertarik membaca tulisan tulisan pembangunan di desa desa terpencil.
Setelah membaca koran, Soeharto melanjutkan aktivitas dengan membaca dan menandatangani surat surat. Ia akan memaksa untuk menyelesaikan membaca dan menandatangani semua surat tanpa tersisa. Setelahnya ia akan mandi dan sarapan bersama Siti Hartinah, istri, yang disebutnya, sangat dicintai. Setelah seluruh anak anaknya sarapan dan pamit ke sekolah, baru lah ia akan berangkat ke Istana (sekarang Bina Graha).
Soeharto biasanya akan pulang ke Cendana setelah pukul 14:30 untuk istirahat, sholat dan makan siang. Ia juga mengaku akan tidur siang jika tengah sangat lelah. Namun, jika tak terlampau lelah, Soeharto cukup leyeh leyeh di kursi malas favoritnya sambil menghisap cerutu.
Soeharto sangat menyukai saur lodeh, ikan bakar dan belut goreng buatan Siti Hartinah (Foto Koleksi Pribadi Tutut Soeharto)
Saat magrib kembali Soeharto bercengkrama dengan keluarga. "Saya memerlukan kehangatan suasana keluarga setelah ditimbun oleh pekerjaan pekerjaan berat. Soeharto mulai kembali menerima tamu tamunya yang membawa persoalan persoalan dinas dan persoalan persoalan yang sifatnya keluarga selepas pukul 19:00 WIB.
Cendana juga selalu riuh dengan upacara upacara tradisi Jawa. Paling sering adalah tumpengan untuk merayakan hari ulang tahun perkawinan, lalu upacara pitonan (turun tanah) cucu-cucu Soeharto.
Sesekali ada upacara selapanan (35 hari kelahiran dan pemberian nama). Soeharto menyebut acara acara semacam itu penting untuk mengenalkan "akar" keluarga pada seluruh anak dan cucunya. Biasanya, saat saat semacam itu, Soeharto akan memberi pemahaman tentang perhitungan kalender Jawa pada anak dan cucu. Setelah pemotongan tumpeng, keluarga akan menyanyikan lagu "Panem Bromo", nyanyian tradisional Jawa berisi puji bagi keselamatan orang yang merayakan.
Soeharto kerap menggelar acara berlatar tradisi Jawa untuk mengenalkan akar keluarga pada anak dan cucu (Foto: Soeharto.co)
Di Cendana, Soeharto juga mengaku senang memasak. Ia mengaku diam diam belajar membuat masakan Jepang yang digemari anak dan cucu. Namun, Soeharto tetap paling menyukai sayur lodeh, ikan bakar dan belut goreng buatan istrinya. Biasanya saat malam Minggu acara makan makan akan dilanjutkan dengan memutar film di halaman belakang rumahnya.
Sesekali Soeharto mengundang teman temannya saat kecil ke Cendana. Lewat camat Wuryantoro dan lurah saya meminta agar didatangkan, Kamin dan Warikun, sahabatnya saat masih remaja. Pada Soeharto, Kamin bercerita bermimpi bertemu dengan singa besar, dan ternyata ia dipanggil oleh Presiden. Soeharto, Mereka bercerita kerap naik sepeda ke sekolah. Mereka kerap tak bisa melanjutkan bersepeda karena pedesaan mereka merupakan pegunungan. Biasanya sepeda lalu dititipkan di sebuah rumah Janda di utara sekolah. "Kalau begini terus, saya tak sanggup. Saa besok tak masuk Min," ujar Soeharto saat itu pada Kamin. Soeharto, Kamin dan Kamsiri lalu tertawa bersama di Jalan Cendana.(bwo)
Sentimen: negatif (97%)