Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Yogyakarta
Kisah Pertengkaran Soekarno dan Jenderal Soedirman dan Adegan Pelukan yang Diulang
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, JAKARTA— Soekarno pernah bertengkar dengan Jenderal Soedirman saat Agresi Militer II Belanda mau menduduki Yogyakarta.
Namun terlepas dari pertengkaran itu, Soekarno dan Soedirman adalah sahabat yang sangat dekat. Kedekatan mereka dapat dilihat dari panggilan yang disematkan.
Soekarno memanggil Soedirman dengan sebutan Dinda karena umur Soedirman yang lebih muda 15 tahun daripada Soekarno.
Sedangkan Soedirman memanggil Soekarno dengan sebutan Kanda.
Panggilan ini juga dapat dilihat dari surat Soekarno yang ditulis sebulan sebelum Soedirman wafat. Jenderal Soedirman wafat pada 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun.
“Kanda doakan kepada Tuhan, moga-moga Dinda segera sembuh,” tulis Soekarno.
Pertengkaran Presiden Soekarno dan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman terjadi saat Agresi Militer II Belanda hendak menduduki Yogyakarta.
Pertengkaran ini terjadi ketika Belanda menurunkan ribuan pasukan Marinir dan pasukan infanteri ke Yogyakarta, Desember 1948.
Pertengkaran terjadi akibat perbedaan pandangan antar keduanya.
Soekarno memilih ditahan dan berunding dengan Belanda, tapi Jenderal Soedirman pantang mengikuti kemauan penjajah. Dan memilih berperang total melawan Belanda.
Soekarno pun ditawan pada 19 Desember 1948.
Sebelum pasukan payung militer Belanda mendarat dan menguasai bandara Maguwo, Jenderal Soedirman mendatangi Soekarno.
“Saya minta dengan sangat agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya akan meninggalkan kota ini dan masuk hutan. Bung, pergilah bersama saya,” kata Soedirman memohon.
Pagi itu Soekarno sedang berpakaian.
“Engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukan pelarian untukku. Aku harus tinggal di sini sehingga memungkinkan aku untuk berunding dan memimpin rakyat kita semua,” kata Sukarno dalam autobiografi Penyambung Lidah Rakyat (2007).
Jenderal Soedirman kembali bertanya apakah ada perintah sebelum pergi bergerilya. “Apakah ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” tanya Soedirman.
“Jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidak mungkin menang. Tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota, Dirman. Dan berjuanglah sampai mati. Aku perintahkan kepadamu untuk menyebar tentara ke desa-desa,” kata Bung Karno dalam buku autobiografi Penyambung Lidah Rakyat (2007).
“Soekarno yang berjanji memimpin gerilya kalau Yogyakarta diserang akhirnya memilih menyerah kepada Belanda,” tulis Salim Said dalam Gestapu 65: PKI, Aidit, Soekarno dan Soeharto (2015).
Dalam autobiografinya, Soeharto menjelaskan perihal situasi genting pada 1949 tersebut.
Ia menyebut memberi kesempatan kepada pemerintah di Kota Yogyakarta supaya mengungsi dan melakukan bumi hangus.
“Tetapi ternyata yang mau mengungsi adalah Pak Dirman dalam keadaan sakit. Bung Karno dan Bung Hatta memutuskan untuk tinggal di tempat. Nyatanya mereka ditawan Belanda,” kata Soeharto.
Jenderal Soedirman saat itu menginginkan tentara Indonesia bersama rakyat perang total melawan Agresi Militer Belanda.
Namun, Soekarno memilih tertangkap tanpa perlawanan yang diduga untuk mendapatkan perhatian dari dunia internasional.
Usai Agresi II Belanda dan Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Presiden Soekarno lalu memerintahkan Letkol Soeharto menjemput Jenderal Soedirman di hutan.
Jenderal Soedirman yang marah tentu enggan menuruti perintah. Di perang gerilya Jenderal Soedirman bersama pasukannya sudah habis-habisan, hingga ditandu ketika paru-parunya mati sebelah.
Namun, jiwa prajurit Jenderal Soedirman memaksanya pulang. Dia menuruti perintah kembali ke Ibu Kota.
Saat itulah ada momen unik saat Soekarno memeluk Jenderal Soedirman. Frans Mendur, ahli potret dari IPPHOS dan juru foto kesayangan Soekarno diperintahkan mengabadikan pertemuan itu.
Jenderal Soedirman datang ke Gedung Agung, tempat tinggal Soekarno. Namun, Jenderal Soedirman yang masih marah hanya diam saja.
Soekarno pun berinisiatif mencairkan suasana yang membeku tersebut. Ia menghampiri Soedirman lalu memeluknya.
Namun, Soekarno merasa pelukannya dengan Jenderal Soedirman terkesan kaku, sehingga foto berpelukan itu harus diulang.
Maklum, Jenderal Soedirman masih marah kala itu. Frans Mendur tidak mendapatkan gambar yang bagus saat pelukan pertama.
“Ya sudah diulangi lagi adegan zoetnjes-nya,” kata Soekarno.
Presiden Soekarno lalu meminta Jenderal Soedirman mendekat. “Ayo supaya lebih dramatik,” kata Soekarno.
Jenderal Soedirman menurut, dan jadilah gambar pelukan itu menjadi foto paling terkenal saat revolusi fisik saat itu.
(ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (99.9%)