‘Ngebet’ Jadi Capres RI, Siapin Modal Rp 5 Triliun! – Keuangan News
Keuangan News Jenis Media: Nasional
KNews- Indonesia akan segera memasuki tahun politik di 2024 mendatang. Di tahun depan, rakyat Indonesia akan memilih Presiden dan wakilnya di parlemen serta kepala-kepala daerah.
Salah satu topik yang dibicarakan menuju pemilihan adalah biaya kampanye, apalagi untuk merebut tahta kepresidenan. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2014-2019 Fahri Hamzah blak-blakan perihal modal minimal yang diperlukan untuk mendapatkan posisi ini.
Hal itu dibeberkan Fahri dalam program “Your Money Your Vote” CNBC Indonesia, Rabu (24/5/2023) malam. Mulanya, Fahri menceritakan kalau seseorang yang hendak menjadi calon anggota DPR RI memerlukan modal di kisaran Rp 5 miliar hingga Rp 15 miliar.
“Itu permainannya gitu. Tentu ada orang-orang kaya yang merem saja dia nggak perlu ke dapilnya, dia cuma kirim truk logistik, dia kirim uang, dia kirim segala macam, dan orang ini di DPR nggak pernah berbicara, nggak pernah menyatakan pendapat, tapi setiap tanggal 20 Oktober per lima tahunan dia dilantik. Kenapa? Karena uangnya banyak betul orang ini,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia itu menilai hal tersebut merupakan peringatan bagi pemilu tanah air. Tidak ada lagi politik gagasan, melainkan politik logistik.
“Tapi kalau pilpres lebih gila menurut saya. Di Indonesia ini kalau orang tidak punya uang Rp 5 triliun, nggak bisa nyapres dia. Sadar atau tidak,” kata Fahri.
Dia mencontohkan peristiwa yang ramai beberapa waktu lalu berkaitan dengan pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta tahun 2017.
“Ada calon gubernur yang menandatangani pinjaman di belakang layar puluhan miliar bahkan saya dengar sampai ratusan miliar untuk satu kepala daerah. Bagaimana dengan Republik Indonesia? Saya pikir 5 triliunan itu. Minimal,” ujar Fahri.
“Dan itu kalau nggak uang pribadi ya uang yang dikumpulkan dari orang-orang yang di belakang nanti akan ada hubungan dengan power dan policy yang akan dibuat oleh negara dan pemerintah,” lanjutnya. (RZ/CNBC)
Sentimen: netral (76.2%)