Sentimen
Positif (78%)
29 Mei 2023 : 01.19
Informasi Tambahan

Institusi: UGM

Kab/Kota: Kayu Manis

Hari Jamu Nasional Diperingati 27 Mei, Ini Sejarah Lengkapnya

29 Mei 2023 : 01.19 Views 1

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Hari Jamu Nasional Diperingati 27 Mei, Ini Sejarah Lengkapnya

Krjogja.com - Jakarta - Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari ini, 27 Mei 2023, juga diperingati sebagai Hari Jamu Nasional. Sementara jamu bukanlah minuman tradisional yang asing bagi orang Indonesia, apa yang melatarbelakangi peringatan Hari Jamu Nasional?

Melansir laman UGM, Jumat, 26 Mei 2023, berlatar belakang semakin pudarnya eksistensi jamu di dalam negeri, pada 27 Mei 2008, presiden saat itu, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), secara resmi menetapkan 27 Mei sebagai hari kebangkitan Jamu Indonesia, sekaligus meresmikan jamu sebagai kearifan lokal milik Indonesia. Penambahan ayat baru (pasal 48 ayat 1) pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang pengobatan dan perawatan herbal merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pelestarian jamu Indonesia.

Di bidang pendidikan, pada 2010, diresmikan Program Magister Herbal Indonesia di UI yang bertempat di Departemen Farmasi FMIPA atas prakarsa Rektor UI dengan PT Martina Berto. Program itu hadir dengan dua peminatan, yaitu Herbal Medik dan Estetika Indonesia. Penerapan kurikulum jamu/obat tradisional pada program pendidikan dokter masih jadi usulan di Konsil Kedokteran Indonesia yang rencananya akan dimasukkan ke dalam standar kompetensi dokter Indonesia.

Masuknya kurikulum tersebut diharapkan jadi landasan kompetensi bagi dokter Indonesia untuk menghargai dan mengembangkan jamu sebagai budaya asli Indonesia. Jamu atau djamoe merupakan singkatan dari djampi yang berarti doa atau obat dan oesodo (husada) yang berarti kesehatan. Dengan kata lain, djamoe berarti doa atau obat untuk meningkatkan kesehatan.

Dijelaskan bahwa sejak zaman kolonial Belanda pada awal abad ke-17, para dokter berkebangsaan Belanda, Inggris, maupun Jerman disebut tertarik mempelajari jamu, beberapa di antaranya menuliskannya ke dalam buku seperti Practical Observations on a Number of Javanese Medications oleh dr. Carl Waitz pada 1829.

Isi buku tersebut antara lain menjelaskan bahwa obat yang lazim digunakan di Eropa dapat digantikan herbal/tanaman (jamu) Indonesia, misalnya rebusan sirih (Piper bettle) untuk batuk, rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum) untuk demam. Seiring berjalannya waktu penemuan-penemuan mengenai khasiat jamu makin banyak bermunculan.

Konsumsi jamu banyak dianjurkan sebagai upaya preventif untuk menggantikan obat yang sangat mahal. Penggunaan jamu dikatakan meningkat tajam saat penjajahan Jepang.

Dalam kurun waktu tersebut, terdapat tiga pabrik jamu besar yang berjaya, yaitu PT Jamoe Iboe Jaya (1910), PT Nyonya Meneer (1919), dan PT Sido Muncul (1940). Hingga akhir abad ke-20, berbagai penelitian bahan alam Indonesia: tanaman, hewan, dan mineral, dikembangkan secara individu oleh institusi pendidikan atau lembaga penelitian pemerintah.

Sentimen: positif (78%)