Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kab/Kota: Guntur
Kasus: HAM, korupsi
Tokoh Terkait
Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Picu Kontroversi
Merahputih.com Jenis Media: News
MerahPutih.com- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU KPK terkait usia calon dan masa jabatan pimpinan memicu kontroversi.
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute & Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismail Hasani menuturkan, MK seagai kumpulan para negarawan dan penafsir tunggal Konstitusi mengeluarkan keputusan yang tak tepat.
Baca Juga:
MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK, Istana Buka Suara
Ia menyoroti soal putusan perkara yang diperoleh dari banyaknya suara hakim yang memberikan pendapatnya.
"Tidak bisa dibayangkan kalau isu-isu konstitusional dan kenegaraan selalu didekati dengan matematika jumlah suara para hakim dengan keterbelahan pandangan yang berulang," jelas Ismail dalam keteranganya di Jakarta, Jumat (26/5).
Ia menyebut, keterbelahan itu telah membangun persepsi bahwa kehendak politik MK jauh lebih dominan menjadi variabel dalam pengambilan putusan dibanding itikad menegakkan keadilan konstitusional.
"Sejak awal memeriksa permohonan Nurul Gufron, MK sudah memaksakan diri melanjutkan perkara ini," ungkap Ismail.
Ia mengungkapkan, jika merujuk pada kasus-kasus sebelumnya, soal batasan usia, batasan syarat menduduki jabatan, oleh MK dikategorikan sebagai opened legal policy atau kebijakan hukum terbuka.
"Yang artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk UU yakni DPR dan Presiden," jelas Ismail.
Jadi isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka.
"Hanya saja MK tidak konsisten dalam memperlakukan norma-norma sejenis ini," ujar dia.
Ismail meminta Presiden Joko Widodo, mengabaikan putusan MK ini untuk kepentingan penguatan KPK.
Baca Juga:
Jubir MK Sebut Putusan Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK Berlaku untuk Periode Ini
Lalu Jokowi juga diminta meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.
"Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk UU segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut," ungkap dia.
Sebab, Ismail yakin putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.
Sekadar informasi, MK baru saja memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5).
Hakim MK M Guntur Hamzah setuju bahwa masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU yaitu lima tahun.
Sebab MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memjliki constitutional importance yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan dan kesetaraan," ujar Guntur. (Knu)
Baca Juga:
KPK Bakal Periksa Brigita Manohara Pekan Depan
Sentimen: negatif (99.6%)