Sentimen
Negatif (100%)
26 Mei 2023 : 14.23
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Seoul

Tokoh Terkait

Deretan Negara Ini Kena Resesi Seks, Sekolah Kosong & Hilang

26 Mei 2023 : 14.23 Views 1

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Deretan Negara Ini Kena Resesi Seks, Sekolah Kosong & Hilang

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman penurunan populasi sebagai indikasi dari resesi seks terus menghantam banyak negara di dunia, mulai di kawasan Asia hingga Eropa. Fenomena ini juga diperkirakan akan membuat populasi sekolah menyusut dengan cepat.

Berikut daftar negara yang mulai kehilangan sekolah akibat resesi seks, sebagaimana dirangkum CNBC Indonesia dari berbagai sumber.

1. Italia

-

-

Saat ini, Italia menjadi salah satu negara yang mengalami fenomena yang menjadi salah satu indikasi resesi seks. Bahkan, resesi seks diperkirakan akan membuat populasi sekolah di salah satu negara Eropa itu menyusut satu juta orang dalam dekade mendatang.

Prediksi suram ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Giuseppe Valditara awal Mei lalu. Ia mengatakan jumlah siswa akan turun menjadi 6 juta pada tahun akademik 2033-2034 dari 7,4 juta pada tahun 2021, dengan 110.000-120.000 lebih sedikit siswa yang memasuki ruang kelas setiap tahun.

Penurunan tajam siswa juga dapat menyebabkan jumlah guru turun menjadi 558.000 pada tahun 2033/2034 dari lebih dari 684.000 saat ini, tambah Valditara.

Biro statistik nasional ISTAT sebelumnya mengatakan kelahiran di Italia turun ke level terendah dalam sejarah di bawah 400.000 pada tahun 2022. Ini menjadi penurunan ke-14 berturut-turut, dengan populasi keseluruhan menurun 179.000 menjadi 58,85 juta.

Populasi yang menyusut dan menua merupakan kekhawatiran utama bagi negara terbesar ketiga di zona Euro. Ini menyebabkan penurunan produktivitas ekonomi dan biaya kesejahteraan yang lebih tinggi di negara dengan tagihan pensiun tertinggi di antara 38 negara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan tersebut.

2. Jepang

Krisis populasi Jepang kian menjadi, hal ini terlihat dari banyaknya sekolah yang tutup. Fenomena tutupnya sekolah terjadi akibat angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan.

Kelahiran anjlok di bawah 800.000 pada tahun 2022, rekor terendah baru. Perkiraan pemerintah menyebut depopulasi juga delapan tahun lebih awal dari yang diharapkan.

Fenomena ini tentu memberikan pukulan telak bagi sekolah umum yang lebih kecil, yang seringkali menjadi jantung kota dan desa pedesaan.

Salah satunya SMP Yumoto yang terletak di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima, utara Jepang yang sudah 76 tahun berdiri. Sekolah itu akan ditutup selamanya setelah meluluskan sisa 2 siswanya.

Menurut data pemerintah, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah menutup pintu mereka selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru yang berusia lebih muda.

Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan langkah-langkah untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak. Ia juga mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Tapi sedikit yang telah membantu sejauh ini.

3. Korea Selatan (Korsel)

Tanda-tanda mirip Jepang dan Italia juga mulai melanda Korsel. Di Negeri Ginseng, sekolah disebutkan mulai kesulitan dalam mencari murid baru.

Warga Korsel telah memilih keluarga yang lebih kecil, meninggalkan negara dengan tingkat kesuburan terendah di dunia dan penurunan tajam secara nasional pada anak-anak usia sekolah.

Di daerah pedesaan yang paling terpukul, sekolah dasar seperti di daerah Dochang ditutup, satu per satu, karena tidak ada lagi siswa yang tersisa untuk bersekolah. Secara nasional, jumlah sekolah dasar di pedesaan turun dari sekitar 5.200 pada tahun 1982 menjadi sekitar 4.000 saat ini.

Dalam 10 tahun terakhir, jumlah siswa usia sekolah dasar di kabupaten tersebut turun dari 2.687 menjadi 1.832. Hampir setiap satu dari 16 sekolah dasar di kabupaten tersebut telah kehilangan siswanya selama periode ini, beberapa mencapai ratusan.

Kebanyakan warga Korsel tinggal di sekitar wilayah Metropolitan Seoul, di mana biaya hidup yang tinggi, termasuk pendidikan, telah membuat warga enggan memiliki anak.

Akibatnya, wanita Korsel rata-rata hanya melahirkan 0,78 anak, jauh di bawah 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi saat ini. Para peneliti di Universitas Nasional Seoul memproyeksikan bahwa jika tren saat ini berlanjut, populasi akan turun dari 51 juta menjadi sekitar 17 juta pada tahun 2100.

4. China

China juga menjadi salah satu negara yang mengalami resesi seks. Biro Statistik Nasional China pada April lalu melaporkan bahwa populasi Negeri Tirai Bambu itu turun menjadi 1,412 miliar tahun 2020 dari 1,413 miliar pada 2021. Ini merupakan pertumbuhan alami negatif untuk pertama kalinya sejak 1960.

Melihat hal ini, sembilan sekolah vokasi di China bahkan membuat program untu memberikan libur selama satu minggu saat musim semi kepada mahasiswanya. Mereka diliburkan untuk 'menemukan cinta' di luar kampus.

Menurut laporan Insider, sekolah-sekolah di bawah Fan Mei Education Group telah meliburkan para mahasiswanya dari 1 April hingga 7 April 2023 lalu. Selama liburan, para mahasiswanya ditugaskan untuk bersenang-senang.

Pengumuman libur ini muncul di tengah masalah 'resesi seks.' Negeri Tirai Bambu terus melihat penurunan angka pernikahan dan kelahiran. Sebelumnya, sejumlah perusahaan lokal, provinsi, dan kota telah melakukan sejumlah upaya untuk menghentikan masalah tersebut, salah satunya dengan memberikan 30 hari cuti pernikahan.

Pemerintah China sendiri telah menghapus kebijakan satu anak pada tahun 2016 dan menghapus batas kelahiran pada tahun 2021. Namun, pasangan menikah memiliki lebih sedikit anak, atau memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali.


[-]

-

Dibayangi Efek Resesi Seks, China Siapkan Langkah 'Darurat'
(dce)

Sentimen: negatif (100%)