PLN Tangkap Permintaan Listrik Hijau di Indonesia Timur
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) menyampaikan permintaan listrik bersih yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia mulai meningkat. Salah satunya seperti yang terjadi pada industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di wilayah Indonesia timur.
Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mencontohkan permintaan listrik bersih dari industri smelter nikel yang berada di Sulawesi saat ini cukup tinggi. Oleh sebab itu, perusahaan bakal melakukan revisi atas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang disebut sebagai RUPTL green saat ini.
"Perlu kami sampaikan untuk melakukan revisi atas RUPTL 2021-2030, dimana kami meng-capture adanya demand listrik dari industri-industri termasuk Nikel di Sulawesi sudah masuk ke dalam perencanaan kami untuk merevisi RUPTL," kata Kamia dalam acara Green Economic Forum, Senin (22/5/2023).
Meski demikian, Kamia tidak merinci lebih lanjut mengenai rencana revisi RUPTL 2021-2030 yang akan dilakukan oleh perusahaan. Namun yang pasti, dalam RUPTL saat ini, porsi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan pada 2030 ditargetkan dapat mencapai 20,9 GW.
"Di sana sendiri ada tim tersendiri yang bekerja secara kontinu untuk meng-address additional demand ini. Sulawesi dan Sumatera termasuk yang memang demand nya sangat tinggi," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penambahan kapasitas pembangkit yang berasal dari sumber energi baru terbarukan (EBT) pada tahun ini sebesar 368 megawatt (MW).
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM RI Dadan Kusdiana mengatakan penambahan tersebut berdasarkan hasil dari Monitoring dan Evaluasi progres pengembangan pembangkit pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
"Target penambahan kapasitas terpasang PLT EBT untuk tahun 2023 adalah 368 MW," ujar Dadan kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/1/2023).
Adapun dari 368 MW tersebut diantaranya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 161 MW. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)/Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebesar 136 MW. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi sebesar 50 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 13 MW.
Sementara itu, sepanjang 2022 lalu, kapasitas pembangkit EBT bertambah sebesar 1004 megawatt (MW). Dengan demikian, pembangkit EBT secara nasional secara total telah mencapai 12.535 MW.
"Kapasitas terpasang EBT sampai Desember 2022 mencapai 12.535 MW atau bertambah sebanyak 1.004 MW pada periode Januari sampai dengan Desember 2022," ujar Dadan.
Ia pun merinci, dari 12.535 MW tersebut diantaranya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 250 Mega Watt peak (MWp). Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)/Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebesar 6.687 MW.
Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 2.343 MW. Lalu, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebesar 154 MW.
Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi sebesar 3.087 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) sebesar 3,6 MW, Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) dan program Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) sebesar 39 MW.
"Untuk kapasitas terpasang PLT Bioenergi termasuk pencatatan baru dari pembangkit yang sudah berjalan sebesar 798 MW. Sesuai dengan prognosa kami sampai dengan Desember 2022 akan ada penambahan PLTS Atap 2 MWp dan PJUTS 2 MWp," ujarnya.
[-]
-
Kupas Tuntas Perkembangan EBT RI di Green Economic Forum 2023
(pgr/pgr)
Sentimen: positif (99%)