Sentimen
26 Mei 2023 : 03.17
Informasi Tambahan
Institusi: UGM, Universitas Brawijaya
Kab/Kota: Malang
Tokoh Terkait
Wakil Menkumham Sebut KUHP Baru Bisa Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas
Medcom.id Jenis Media: News
26 Mei 2023 : 03.17
Malang: Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan diberlakukan pada 2026. Ia menyebutkan bahwa KUHP baru tersebut bisa menjadi solusi mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).
"KUHP baru ini kan mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat. Jadi kalau ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, enggak harus pidana penjara. Tapi pidana pengawasan. Kalau tidak lebih dari 3 tahun tidak ada pidana penjara, ada pidana kerja sosial," katanya, di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, 25 Mei 2023.
Eddy, sapaan akrabnya, menerangkan, ada dua upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi permasalahan kelebihan kapasitas di lapas. Salah satunya penerapan KUHP baru.
"Kedua, Undang-Undang tentang Narkotika yang sedang kami susun. Karena hampir 70 persen penghuni lapas itu adalah kasus narkotika," imbuhnya.
Di sisi lain, Eddy mengaku bahwa kehadiran KUHP nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH) menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana.
Eddy menyebut KUHP baru tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam.
“Apa maksudnya? Yang ada di benak kita semua, ketika kita berhadapan dengan hukum pidana, ketika kita berhadapan dengan masalah hukum, katakanlah mungkin barang kita dicuri, kita ditipu, atau barang kita digelapkan, biasanya yang ada di dalam benak korban kejahatan, agar pelakunya segera ditangkap, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya,” jelas Eddy.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menyatakan, jika seseorang masih memiliki pola pikir seperti itu, artinya masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).
“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi perubahan mindset kita, dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” jelasnya.
Selama 3 tahun mendatang akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.
“Ini semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain,” ucap Eddy.
“Sehingga sasaran sosialisasi itu, selain kepada seluruh masyarakat Indonesia, tetapi yang paling pertama dan utama adalah kepada APH,” imbuhnya.
Selain itu, masa sosialisasi ini juga digunakan untuk mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari KUHP itu sendiri.
“Karena KUHP ini tidak begitu rinci mengatur, tetapi membutuhkan berbagai aturan pelaksanaan yang akan melaksanakan KUHP itu sendiri, baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam bentuk peraturan pemerintah,” jelas akademisi berusia 50 tahun ini.
"KUHP baru ini kan mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat. Jadi kalau ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, enggak harus pidana penjara. Tapi pidana pengawasan. Kalau tidak lebih dari 3 tahun tidak ada pidana penjara, ada pidana kerja sosial," katanya, di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, 25 Mei 2023.
Eddy, sapaan akrabnya, menerangkan, ada dua upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi permasalahan kelebihan kapasitas di lapas. Salah satunya penerapan KUHP baru.
-?
- - - -"Kedua, Undang-Undang tentang Narkotika yang sedang kami susun. Karena hampir 70 persen penghuni lapas itu adalah kasus narkotika," imbuhnya.
Di sisi lain, Eddy mengaku bahwa kehadiran KUHP nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH) menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana.
Eddy menyebut KUHP baru tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam.
“Apa maksudnya? Yang ada di benak kita semua, ketika kita berhadapan dengan hukum pidana, ketika kita berhadapan dengan masalah hukum, katakanlah mungkin barang kita dicuri, kita ditipu, atau barang kita digelapkan, biasanya yang ada di dalam benak korban kejahatan, agar pelakunya segera ditangkap, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya,” jelas Eddy.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu menyatakan, jika seseorang masih memiliki pola pikir seperti itu, artinya masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).
“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi perubahan mindset kita, dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” jelasnya.
Selama 3 tahun mendatang akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.
“Ini semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain,” ucap Eddy.
“Sehingga sasaran sosialisasi itu, selain kepada seluruh masyarakat Indonesia, tetapi yang paling pertama dan utama adalah kepada APH,” imbuhnya.
Selain itu, masa sosialisasi ini juga digunakan untuk mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari KUHP itu sendiri.
“Karena KUHP ini tidak begitu rinci mengatur, tetapi membutuhkan berbagai aturan pelaksanaan yang akan melaksanakan KUHP itu sendiri, baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam bentuk peraturan pemerintah,” jelas akademisi berusia 50 tahun ini.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
(MEL)
Sentimen: negatif (100%)