Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UGM
Tokoh Terkait
Ini Subsidi untuk Rakyat atau Subsidi untuk Pejabat?
Harianjogja.com Jenis Media: News
Harianjogja.com, JAKARTA–Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan subsidi kendaraan listrik peruntukannya patut dipertanyakan.
Ekonom senior Indef Faisal Basri menilai permasalahan emisi karbon yang disebabkan oleh kendaraan konvensional atau kendaraan dengan bahan bakar minyak (BBM) bukan merupakan permasalahan yang genting.
Sementara, pemerintah dalam hal ini telah mengetok subsidi kendaraan listrik ini sebagai jalan penurunan emisi karbon yang signifikan.
Menurut Faisal, kontribusi terbesar terhadap emisi rumah kaca di Indonesia bukanlah dari sektor energi, melainkan sektor Afolu atau Agriculture, Forestry, dan Land Use.
Ini berdasarkan pada data Indonesia Second Biennial Update Report tahun 2018, sektor Afolu berkontribusi sebesar 51,6% terhadap emisi rumah kaca di Indonesia pada tahun 2016 lalu. Sementara energi berkontribusi sebesar 36,9%.
BACA JUGA: Pakar UGM: Subsidi Kendaraan Listrik Lebih Tepat untuk Transportasi Publik
“Kalau dilihat prioritasnya, jauh, yang menjadi sumber masalah justru tidak diselesaikan, kesimpulannya ini adalah proses rent seeking, subsidi ini mensubsidi rakyat untuk memperoleh EV atau mensubsidi pengusaha untuk dapat untung lebih banyak?” katanya dalam diskusi bertajuk Subsidi Mobil Listrik: Insentif untuk yang Berdaya Beli yang dilakukan secara virtual pada Minggu (21/5/2023).
Menurutnya, jika Indonesia berfokus hanya pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan kebijakan subsidi kendaraan listrik target pengurangan emisi karbon sebanyak 29 persen pada tahun 2023 hanya akan menjadi angan belaka.
Sebaliknya, Faisal menyebut Indonesia harus segera membenahi sektor Afolu yang menyumbang emisi paling banyak. Sayangnya, menurut Faisal, sektor ini justru dikuasai oleh elite politik.
“Jauh lebih besar kontribusi Afolu, jadi kalau ingin green economy, yang harus diselesaikan itu Afolu, misalnya 3 juta hektare lahan sawit itu menggunakan lahan hutan yang tidak boleh digunakan, kemudian hutan dirambah dengan nikel, semua contoh saya bilang ini berkaitan dengan Moeldoko dan Luhut,” tambah Faisal.
BACA JUGA: Erick Thohir: BUMN Upayakan Percepatan Masuknya Kendaraan Listrik di Indonesia
Diketahui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memang gencar berkomentar mengenai industri sawit di Indonesia. Bahkan dalam catatan JIBI pada Kamis (21/7/2022) Moeldoko turut memikirkan produktivitas industri sawit.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan tercatat mempunyai proyek kendaraan listrik yang berkaitan dengan industri hilirisasi nikel dalam negeri.
Dengan demikian, menurut Faisal, pemerintah hanya akan membuat kebijakan yang tidak mengusik kepentingan para elite politik di dalamnya. Bahkan menurutnya, pemerintah belum secara serius menangani pemensiunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
“Jadi mereka membuat peta green economy yang baru, tapi yang eksisting jangan diutak-atik, itu kepentingan mereka. Green economy tapi menggunakan 60 persen listrik itu dari pembangkit batu bara, kok tidak sumbernya ya yang ditindak ya,” pungkas Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Sentimen: positif (99.9%)