Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bantul
Kasus: stunting
Tokoh Terkait
Cegah Stunting, Tekan Angka Pernikahan Dini
Krjogja.com Jenis Media: News
Sukamto SH (berdiri) menyampaikan materi soal stunting. (Istimewa)
Krjogja.com - BANTUL – Penekanan angka stunting dapat dilakukan dengan mengutamakan tindakan pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara langsung.
“Satu di antaranya yakni dengan menggandeng BKKBN RI untuk memberikan edukasi dan sosialisasi pencegahan stunting kepada masyarakat. Saya meyakini pencegahan stunting salah satunya dengan menekan angka pernikahan dini," kata Sukamto SH, selaku Anggota Komisi IX DPR RI di Institut Ilmu Alquran (IIQ) PP An-Nur Ngrukem, Kabupaten Bantul, Minggu (21/05/2023).
Hadir pula dan berbicara dalam sosialiasi tersebut Shodiqin SH MM (Kepala Perwakilan BKKBN - DIY), Ninik Istitarini selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bantul. Kegiatan tersebut merupakan Kominikaai Informasi Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana bersama Mitra.
Ditegaskan Sukamto, upaya untuk pencegahan stunting ini dapat dilakukan dengan menekan angka pernikahan dini. Batas minimal calon pengantin harus benar-benar diperhatikan. Kemudian dalam merawat dan mendidik anak, orang tua juga harus dibekali dengan ketrampilan.
Selain itu, pemberian gizi yang cukup bagi ibu hamil dan balita. “Kalau tidak seperti itu, anak-anak stunting akan terus bertambah banyak. Anak-anak stunting itu kan anak yang memiliki pertumbuhan kurang baik. Jadi kalau bisa aturan-aturan mengenai penetapan usia pernikahan, usia minimal hamil dan pemberian gizi yang seimbang itu perlu terus ditingkatkan kepada masyarakat,” ujar ukamto.
Untuk itu, kata Sukamto, kepada masyarakat, usia pernikahan anak itu tolong dikendalikan dengan baik. Beritahu mereka apa saja dampak negatif dari adanya pernikahan pada usia muda. Selain berpotensi menimbulkan stunting juga berpotensi menimbulkan perceraian dan perekonomian yang tidak baik.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi DIY, Shodiqin mengatakan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. “Kemudian ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,” urainya. Dampak buruk dari stunting ini menurut Shodiqin bisa mengganggu perkembangan otak, berkurangnya tingkat kecerdasan, gangguan fisik hingga gangguan metabolisme dalam tubuh.
“Untuk dampak jangka panjangnya itu adalah mudah mengalami penurunan kemampuan kognitif, mudah mengalami penurunan kekebalan tubuh dan berimbas pada mudahnya terpapar penyakit serta dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes, obesitas, jantung, kanker, stoke dan diabetes pada usia tua,” kata Shodiqin.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini mengungkapkan kasus stunting di wilayahnya terus mengalami penurunan. Jika pada 2021 tercatat ada 3.996 balita yang stunting, jumlah itu sudah berkurang menjadi 3.001 balita saja pada 2022.
“Tingkat stunting di Kabupaten Bantul, alhamdulillah telah mengalami penurunan. Kemarin, pada 2021 ada sebanyak 8,36 persen atau 3.996 balita yang terkena stunting. Nah, pada 2022, angka itu sudah turun menjadi 6,42 persen atau hanya ada 3.001 balita yang terkena stunting,” ucap Ninik.
Ninik optimis dengan program yang dilaksanakan oleh Pemkab Bantul, angka stunting di wilayahnya akan terus menurun. “Kami prediksi, angka tersebut akan terus menurun seiring adanya edukasi soal dampak stunting dan cara pencegahannya kepada masyarakat kami,” tandasnya. (Jay).
Sentimen: negatif (100%)