Sentimen
Negatif (99%)
23 Mei 2023 : 19.59
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Lama

Institusi: Dewan Pers

Kab/Kota: Karet, Solo

Tokoh Terkait

Kongres PPMI XVII, Persma Diharapkan Jadi Partner Kritis yang Membangun

23 Mei 2023 : 19.59 Views 1

Solopos.com Solopos.com Jenis Media: News

Kongres PPMI XVII, Persma Diharapkan Jadi Partner Kritis yang Membangun

SOLOPOS.COM - Kongres Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) ke-XVII sukses dibuka melalui kegiatan seminar nasional. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kongres Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) ke-XVII sukses dibuka melalui kegiatan seminar nasional.

Seminar Nasional tahun ini menyoal Resolusi Payung Hukum Persma: Perkuat Militansi, Percepat Regulasi sukses digelar pada Senin (22/5/2023). Acara kali ini dilaksanakan secara luring di Aula FISIP UNS dengan pembukaan secara simbolis oleh Andreas Harsono, selaku jurnalis senior di Human Rights Watch.

PromosiKisah Aditya: Bisnis Merosot saat Pandemi, Bangkit Berkat Mitra Tokopedia

Tiga pembicara yang berpengalaman di bidangnya dihadirkan untuk mengisi acara seminar. Selain Andreas Harsono, ada Adil Al Hasan dan Mukhlis Sirotul Munir.

Jalannya seminar dipandu oleh moderator, Mardhiah Nurul Lathifah, mahasiswi FMIPA UNS. Mukhlis Sirotul Munir yang merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sekaligus Pemimpin Umum LPM Pabelan periode 2022 lalu. Dia menyampaikan kondisi dinamika persma di Solo dan khususnya di lingkungan LPM Pabelan.

Dijelaskannya, LPM Pabelan pernah mengalami pembredelan pada masa orde lama karena situasi politik yang terjadi pada masa itu. Melalui kongres nasional tahun ini, ia menyampaikan bentuk keresahan atas maraknya ancaman dan absennya perlindungan hukum pada awak persma.

“Adanya momentum ini menjadikan kekuatan perlindungan bagi awak persma harus dimulai, salah satunya dengan langkah niat kita menyeriusi isu persma dalam agenda kongres ini,” kata dia.

Dia menggap kampus sering menyalahartikan keberadaan persma. Persma sering disebut layaknya UKM biasa. Seharusnya persma adalah lembaga jurnalistik mahasiswa yang independen.

Pandangan pimpinan kampus yang bias membuat persma sering dituntut untuk menuruti kemauan kampus. Persepsi ini muncul karena kampus memosisikan diri sebagai pihak pemberi dana. Atas itu mereka menjadi antikritik.

Pada 2022 menjadi momentum buruk bagi banyak pihak sebab KUHP dinilai banyak pihak semakin tidak karuan pada setiap sektornya. Persma harus mulai menimbang risiko yang mungkin didapat ketika meliput isu penting dan sensitif. “Untuk apa mencari regulasi, kalau kita tidak menpunyai relevansi,” ungkap Adil.

Persma harus bisa memanfaatkan setiap lini editorial untuk mencoba mendesak pemerintah agar mereka mencoba melirik. Salah satu langkahnya dengan menuntut Dewan Pers untuk memperketat defensive melalui upaya kesepakatan perjanjian dengan Kemenristekdikti. “Indonesia akan menjadi negara yang demokratis bila menghapus pasal-pasal karet,” kata Andreas Harsono.

Nahas, UUD Pers tidak bisa dijadikan legal standing bagi persma karena adanya pasal-pasal karet atau criminal deformation law. Perlindungan kampus pada Persma dapat dimaknai dalam dua pandangan.

Persma sebagai sebuah organisasi kampus memang mendapatkan perlindungan dari SK rektor, tetapi sebagai lembaga jurnalis independen, perlindungan tersebut seolah sirna. “Perlu adanya siasat dalam menjalankan kerja jurnalistik,” terang Munir.

Persma adalah napas kritik yang dilakukan pada lingkup univeristas yang bergerak secara underground. Namun posisi persma bukanlah sebagai musuh bagi siapa pun. Persma harus bisa memposisikan diri sebagai partner kritis yang membangun.

Berbicara tentang tingkat analisis, persma menunjukkan suatu penurunan pembangunaan mutu dan kualitas analisis produk jurnalistiknya. Fenomena pembredelan persma di Indonesia membuat regenerasi jurnalis mandek.

Sebagai refleksi, persma memang amatir yang mengharuskan adanya peningkatan kualitas dan kapasitas diri. “Jangan berhenti menyerah sampai di sini, kita harus terus mendorong, apa yang diharapkan harus diperjuangan bersama-sama,” tutur Munir.

“Jangan mati konyol untuk satu isu, masih banyak isu lain yang harus diangkat,” pesan Adil. “Kuat-lemahnya masyarakat itu tergantung kalian [perma],” tambah Andreas Harsono.

Sentimen: negatif (99.6%)