Sentimen
Positif (99%)
22 Mei 2023 : 12.56
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: Semarang

Tokoh Terkait

Teknik 'Subsidi Silang' Azmi Abubakar untuk Identitas Tionghoa-Indonesia

Detik.com Detik.com Jenis Media: Metropolitan

22 Mei 2023 : 12.56
Teknik 'Subsidi Silang' Azmi Abubakar untuk Identitas Tionghoa-Indonesia
Jakarta -

Azmi Abubakar tampak bersemangat menelusuri ruangan bernuansa kuno itu. Ia melewati rak dan etalase berisi tumpukan buku, komik, surat kabar, dan dokumen-dokumen dengan aksen aksara mandarin.

Sesekali ia berhenti di sudut rak, mengambil buku, lalu membacanya dengan cermat. Ia juga menata buku-buku tersebut, memastikan semua berada tepat pada tempatnya.

Ruangan itu adalah Museum Pustaka Peranakan Tionghoa. Azmi mendirikannya tahun 2011, dan sejak saat itu koleksi literaturnya terus bertambah. Kini, koleksi di museum ini sudah mencapai jumlah lebih dari 35 ribu literatur.

-

-

Sejak tragedi kerusuhan Mei '98, etnis Tionghoa di Indonesia seakan dipaksa 'hilang' dengan berbagai cara. Mulai dari diwajibkan mengganti nama, pelarangan perayaan hari raya, dan lain sebagainya. Bagi Azmi, ini seperti menyaksikan bencana berkelanjutan terhadap orang Tionghoa.

"Akibat regulasi dari Orde Baru ini, tidak hanya orang-orang Tionghoa yang kehilangan identitas dirinya. Saudara-saudaranya dari etnis lain juga tidak mengenali dengan baik orang-orang Tionghoa itu sendiri. Itu kan kombinasi yang mematikan ya," tutur Azmi di program Sosok detikcom (22/5/23).

Tahun 2004, bermodalkan upah bulanan sebagai karyawan, Azmi terus menambah koleksi buku-buku tentang Tionghoa untuk dibaca oleh dirinya dan orang-orang sekitarnya. Ia hanya ingin orang-orang tahu dan mengenal etnis Tionghoa, lebih dari apa yang telah lebih dari apa yang telah terdoktrin di benak masyarakat pada saat itu.

Koleksi Azmi semakin banyak. Ia pun menyewa tempat untuk mengumpulkan buku-bukunya itu, dan didirikanlah museum pustaka yang kini telah berdiri 12 tahun lamanya.

Azmi memang bukan orang Tionghoa. Namun, berkat kepeduliannya 'mengembalikan' identitas Tionghoa lewat literatur, Azmi mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk kalangan Tionghoa. Salah satunya datang dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) yang memberinya gelar kehormatan nama Tionghoa.

"Saya punya marga Lim. Namanya Se Ming, Lim Se Ming. Artinya berat banget, mencerahkan dunia. Seperti itulah kira-kira. Nama ini diberikan oleh satu organisasi besar Tionghoa, PSMTI namanya, di Semarang. Jadi acara kongres, mereka, saya diberi kehormatan marga pada saat itu," kenang Azmi.

Meski sering diapresiasi, Azmi juga mendengar banyak selentingan yang sangsi akan niat baiknya. Seringkali Azmi menerima pertanyaan yang sama: mengapa seorang Aceh malah mendirikan museum yang didedikasikan untuk Tionghoa?

Tanggapan Azmi santai saja. Ia punya prinsip unik 'Subsidi Silang'. Bagi Azmi, ketika suatu golongan saling berdedikasi menceritakan dan melestarikan budaya golongan lainnya, dampaknya akan lebih terasa. Tujuan akhirnya, yaitu rasa persaudaraan dan persatuan yang kuat.

"Ketika kita sendiri yang menceritakan tentang diri kita, itu nggak begitu kuat. Tapi kalau yang menceritakan kita sahabat kita, saudara kita, itu lebih kuat. Emang saatnya kita ini subsidi silang. Orang Bali mendirikan museum Dayak. Orang Dayak mendirikan museum Minang. Saya berharap langkah kecil saya ini mengarah ke sana. Ke-Indonesia-an kita sudah saatnya untuk saling memiliki, saling menyayangi, saling memahami," terang Azmi.

(nel/vys)

Sentimen: positif (99.8%)