BANTUL -  Keberadaan Komunitas Kain dan Kebaya Indonesia (KKI) merupakan salah satu upaya pelestarian busana tradisional yang pernah ditetapkan sebagai busaha Nasional. Karena sekarang pemakaian busana kebaya sering menyimpang dari pakem, maka perlu adanya upaya pelurusan atau edukasi, terutama di kalangan remaja dan pelajar.

Ungkapan tersebut disampaikan Ketua DPC KKI Bantul, Siti Haida Hutagaul pada acara Syawalan 1444 H PDD KKI DIY di Tembi Timbulharjo Sewon Bantul Kamis (18/5). Untuk tahun 2023 ini DPC KKI Bantul ketempatan sebagai ajang silaturahmi dan Syawalan 1444 H DPD KKI DIY.

Menurut Siti,  dibentuknya KKI di DIY baru sekitar 4 tahun yang jumlah anggotanya 130 orang lebih, terdiri dari DPC Kota Yogyakarta, Bantul, Sleman dan Kulonprogo. Sedangkan Gunungkidul saat ini belum terbentuk.

Kebaya sebagai busana nasional diputuskan dalam Keputusan Presiden No 18 Tahun 1972  tentang jenis - jenis pakaian sipil dan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang keprotokolan. Tetapi sekarang geliat kebaya sebagai busana nasional patut dipertanyakan. "Orang memakai kebaya sehari- hari makin jarang ditemui," paparnya.

Sementara Ketua DPD KKI DIY Mg Itut Widyastuti SPd juga menyayangkan, sekarang ini banyak generasi remaja yang kurang berminat memakai busana kebaya, padahal kebaya merupakan busana asli budaya sendiri.

Lebih memprihatinkan lagi sekarang pemakaian kebaya dicampuradukkan dengan pakaian ala barat yang jauh dari pakemnya. " Busana kebaya bisa dikolaborasikan dengan pakaian modern untuk pergaulan, tetapi ya jangan kebangeten, berbusana kebaya pakai sepatu kets atau sepatu olah raga. Mestinya kan pakai selop, " ungkapnya.

Sebagai upaya pelestarian budaya kebaya, KKI berencana menyelenggarakan edukasi atau sosualisasi tentang busana kebaya  di sekolah- sekolah dari tingkat SD sampai tingkat lanjutan atas bahkan di perguruan tinggi. ( Jdm ).