Bursa Karbon Jalan September, RI Harus Belajar dari Swedia
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan akan menerbitkan regulasi mengenai bursa karbon pada Juni 2023, dan menargetkan perdagangan atau beroperasinya bursa karbon bisa berjalan pada September 2023.
Menjelang perdagangan bursa karbon yang akan berjalan pada empat bulan mendatang, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai bahwa ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan Indonesia dalam aktivitas perdagangan karbon.
Salah satu yang utama adalah RI bisa belajar dari negara Swedia yang sudah lebih dulu menerapkan perdagangan karbon di negaranya. Dia mengatakan bahwa penyelenggara bursa karbon dapat dilakukan oleh perusahaan berbasis teknologi, bukan hanya perusahaan berlatar belakang bursa efek.
"Belajar dari studi kasus bursa karbon di berbagai negara, termasuk Swedia, penyelenggara bursa karbon dapat berasal dari perusahaan berbasis teknologi bukan berasal dari bursa efek, dan itu sah-sah saja," ungkap Bhima dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (12/5/2023).
Dia menilai, jika aturan yang nantinya diterbitkan OJK ini memberikan preferensi khusus kepada perusahaan bursa efek, maka nantinya dikhawatirkan inovasi pengembangan bursa karbon akan terhambat.
"Khawatir jika aturan teknis memberikan preferensi khusus pada penyelenggara bursa efek akan menghambat inovasi pengembangan bursa karbon," tambah Bhima.
Dengan begitu, Bhima menilai OJK harus memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk merumuskan kebijakan sebaik mungkin. Dia berharap, kesiapan mekanisme pengawasan bursa karbon bisa membuat rakyat Indonesia lebih sejahtera.
"Waktu yang ada hingga aturan teknis terbit bulan Juni perlu dimanfaatkan oleh OJK dalam merumuskan sebaik mungkin kesiapan pendaftaran hingga mekanisme pengawasan bursa karbon, sehingga bursa karbon yang hadir di Indonesia dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia," tandasnya.
Adapun, hal itu juga diharapkan bisa mencegah perusahaan luar negeri masuk ke bursa karbon Indonesia dan berlomba-lomba melakukan greenwashing atau praktik tipuan pemasaran melalui pencitraan palsu dari pemasaran hijau.
"Dan mencegah perusahaan luar negeri yang ingin melakukan greenwashing berlomba-lomba masuk ke bursa karbon Indonesia," tutup Bhima.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut, regulasi teknis dari OJK terkait bursa karbon ini ditargetkan akan dirilis pada Juni 2023. Sementara perdagangannya akan dimulai pada September 2023.
"Bursa karbon, pihak kami sudah koordinasi rencana kami terbitkan, OJK itu bulan depan," ungkap Mahendra dalam konferensi pers, Senin (8/5/2023).
"Pada waktu yang bersamaan koneksikan arah sistem registrasi nasional dari karbon dengan yang diperlakukan sistem informasi di bursa karbon lalu, harapannya pada bulan September kita sudah melakukan perdagangan," jelasnya.
Bursa karbon diatur berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam aturan itu peran OJK juga akan mengawasi implementasi bursa karbon.
"Rencana awal akan dilakukan antara lain juga dengan perdagangan launching hasil dari apa yang sudah diakui sebagai bagian dari result based payment (RBT) sebesar 100 juta ton yang dalam hal ini Kementerian LHK sedang memfinalisasi itu yang terkait kesiapan dan proses menyiapkan bursa karbon," paparnya.
Namun begitu di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum tentu pajak karbon langsung diterapkan. Sebab, ia mengatakan, banyak faktor yang akan menentukan pemberlakuannya.
"Masih kita lihat bersama-sama nanti," kata Sri Mulyani saat ditemui di kawasan The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Adapun faktor-faktor yang menentukan penerapan pajak karbon itu, salah satu yang disebutkannya adalah geliat pergerakan ekonomi. Jika gerak ekonomi mulai cepat otomatis karbon atau CO2 yang dihasilkan juga turut meningkat.
"Nah kita lihat nanti dari sisi ekonomi kita mungkin kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik," tuturnya.
"Walaupun kita tetap waspada dengan lingkungan global di sisi lain komitmen terhadap climate change untuk bisa mengakselerasi kita juga akan melihat sebagai satu kebutuhan," ungkap Sri Mulyani.
Ia memastikan, dalam memberlakukan penerapan pajak karbon nantinya, tentu akan turut berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait, termasuk OJK. Tujuannya supaya mekanisme itu tidak hanya memperkuat penerimaan melainkan juga menekan emisi karbon.
"Seperti yang saya sampaikan sebelumnya ini tidak hanya sekedar menjadi sesuatu instrumen yang untuk penerimaan tapi lebih untuk program climate change. Seperti yang dikatakan oleh Pak Mahendra bahwa salah satu instrumen juga untuk memperkuat dari bursa karbon itu adalah pajak karbon dan nanti tarif mengenai karbonnya itu sendiri," tegasnya.
[-]
-
Video: Pemerintah Mulai Perdagangan Karbon(wia/wia)
Sentimen: netral (99.2%)